Sabtu, 29 Juli 2017

DKM Al-Muhajirin Terima Titipan Hewan Qurban

Sambil menunggu keputusan resmi Pemerintah cq Kementerian Agama RI, diberitahukan bahwa pada Jum'at, tanggal 1 September 2017 akan dilaksanakan shalat Idul Adha 1438 H, di Lapangan Masjid Al-Muhajirin RW-10, Antapani Kidul. Adapun yang akan bertindak sebagai Imam dan Khatib, in syaa Allah, Ustadz H. Sunarwan.

Sehubungan dengan itu, menurut Ketua DKM, H. Sigit Tjiptono, DKM Al-Muhajirin RW-10 Antapani Kidul menerima penitipan hewan qurban, dengan ketentuan sebagai berikut:

Bagi yang ingin berqurban hewan Sapi 1 (satu) ekor untuk 7 (tujuh) orang dikenakan biaya sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) ditambah dengan biaya pengamanan, pemeliharaan dan pengurusan Rp 100.000,- Jadi total Rp 3.100.000,- (tiga juta seratus ribu rupiah). 

Pembayaran dapat dilakukan melaui transfer rekening bank BRI UNit Antapani Bandung Norek: 0748-01-006747-50-9 an Aris Darmawati. Bukti transfer agar dikirim ke no hp:085220039081 (Ibu Hj. Risda Eko Suharno)

Sedangkan bagi yang akan berqurban hewan Kambing, panitia menerima penitipan hewannya pada H-1 atau pada Kamis, 31 Juli 2017 ditambah biaya pengamanan, pemeliharan dan pengurusan Rp 100.000,-

Untuk pendaftaran dipersilakan untuk menghubungi:
1. H. Isa Subarsa (RT-01), Jl Dili No 19, hp:081396638128
2. H. Udin Amirudin (RT-02), Jl Wamena No 14, hp:085314819933
3. H . Dedi Rukanda (RT-03), Jl Biak No 14, hp 085294114198
4. Hj. Lilis Solehudin (RT-04), Jl Manokwari No.20, hp:081221510699
5. Hj. Iis Hanifah (RT-05), Jl Manokwari I No 12, tlp: 022-7237710 atau 081321080793
6. H. Bambang Permadi (RT-06), Jl Ende No 8, hp:089663804488.

Ketua DKM, H. Sigit Tjiptono, mengimbau kepada warga RW-10 dan masyarakat sekitar yang ingin melaksanakan penyembelihan hewan qurban di RW-10, agar secepatnya mendaftar, agar panitia dapat menentukan pilihan hewan qurban yang terbaik.

"Semoga niat kita untuk berqurban tahun ini mendapat limpahan rahmat dan ridhoNya," harap Ketua DKM.


Minggu, 23 Juli 2017

Hikmah Luqman Al Hakim

Dia hanya manusia biasa. Seorang bekas budak. Berhidung lebar. Berbibir tebal lagi berkulit hitam. Tapi kemulian yang ada pada dirinya, membuat orang-orang beriman iri. Bahkan kita semua ingin menjadi seperti dirinya.

Darinya, kita belajar banyal hal. Karna Allah telah memberinya Hikmah. Sehingga perkataan yang keluar dari lisannya itu, tidak lain kecuali adalah bulir-bulir nasehat yang penuh manfaat.

Suatu ketika Majikannya datang dan menyuruhnya untuk menyembelih kambing.

"Sembelihlah kambing ini buat kami," pinta majikannya.

Maka dia pun menyembelihnya. "Keluarkanlah dua jeroannya yang paling baik," pinta sang majikan lagi.

Maka lelaki yang juga bertubuh pendek dan berasal dari Afrika ini pun mengeluarkan hati dan lidah kambing tersebut.

Pada suatu saat, majikannya datang lagi dan menyuruhnya menyembelih kambing. Dia pun menyembelihnya.

"Keluarkanlah dua jeroannya yang paling buruk," kali ini majikannya pinta hal yang berbeda.

Maka dia pun, mengeluarkan lidah dan hati kambing tersebut. Karna keheranan majikannya berkata :
"Aku telah memerintahkan kepadamu untuk mengeluarkan dua anggota jeroannya yang terbaik, dan kamu mengeluarkan keduanya. Lalu aku perintahkan lagi kepadamu untuk mengeluarkan dua anggotanya yang paling buruk, ternyata kamu masih tetap mengeluarkan yang itu juga, sama dengan yang tadi."

Maka ahli hikmah ini pun menjawab : "Sesungguhnya tiada sesuatu anggota pun yang lebih baik daripada keduanya jika keduanya baik, dan tiada pula yang lebih buruk daripada keduanya bila keduanya buruk"

Tahukah antum, siapa lelaki mulia tersebut di atas..?

Ya. Dia Luqman Al Hakim. Lelaki mulia dari Habasyah, yang namanya kemudian menjadi salah satu surat dalam Al Quran.

Lalu, apa yang membuat dia diberi hikmah dan ditinggikan derajatnya oleh Allah Azza wa Jalla..?

Pertanyaan ini rupanya pernah hinggap di hati seseorang yang pernah hidup sezaman dengannya. Hingga dia pergi bertanya pada Lukmanul Hakim yang saat itu lagi berada di majelisnya dan didengar orang-orang.

"Bukankah kamu yang pernah menggembalakan kambing bersamaku di tempat anu dan anu?"

Luqman menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang membuatmu menjadi seorang yang terhormat seperti yang kulihat sekarang?" Luqman menjawab, "Jujur dalam berkata, dan diam tidak ikut campur terhadap apa yang bukan urusanku."

Masya Allah, semoga kita bisa menimba hikmahnya.

Kisah senada juga kita bisa temukan dalam riwayat yang berasal dari Abdullah ibnu Wahb, dari Abdullah ibnu Ayyas Al Qathbani, dari Maulah Gafrah, yang berkisah bahwa :

"pernah ada seorang lelaki berdiri di hadapan Luqmanul Hakim, lalu bertanya, "Bukankah engkau adalah Luqman budak Banil Has-sas?"

Luqman menjawab, "Ya." Lelaki itu bertanya lagi, "Bukankah engkau pernah menggembalakan kambing?" Luqman menjawab, "Ya."

Lelaki itu bertanya lagi, "Bukankah kamu berkulit hitam?" Luqman menjawab, "Adapun warna hitam kulitku ini jelas, lalu apakah yang mengherankanmu tentang diriku?"

Lelaki itu menjawab, "Orang-orang banyak yang duduk di hamparanmu, dan berdesakan memasuki pintumu, serta mereka rida dengan ucapanmu."

Luqman berkata, "Hai Saudaraku, jika engkau mau mendengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu, tentu kamu pun dapat seperti diriku."

Luqman melanjutkan perkataannya, "Aku selalu menundukkan pandangan mataku (dari hal-hal yang diharamkan), lisanku selalu kujaga, makananku selalu bersih (halal), kemaluanku aku jaga (tidak melakukan zina), aku selalu jujur dalam perkataanku, semua janjiku selalu kutepati, tamu-tamuku selalu kumuliakan, para tetanggaku selalu kuhormati, dan aku tidak pernah melakukan hal yang tidak perlu bagiku.

Itulah kiat yang menghantarkan diriku kepada kedudukanku sekarang seperti yang kamu lihat."

Ya Rabbana sesungguhnya kami lemah maka berilah kami kekuatan agar beribadah padamu.

Ya Allah sungguh kami ini lemah, maka berilah kami kekuatan tuk menghindar dari bermaksiat padamu. 

Kamis, 06 Juli 2017

Jangan lupa lakukan puasa syawal

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda

:أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ …“

Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …”(HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shohih)

Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat.

Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka.

Rasulullahshallallahu ‘alaihiwa sallamjuga bersabda dalam hadits Qudsi

:وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ“

Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.”(HR. Bukhari)

Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib.

Di antara puasa sunnah yang Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamanjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa Ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.

Dianjurkan untuk Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa.

Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliaushallallahu ‘alaihi wa sallambersabda

*:مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ“*

Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.”(HR. Muslim)

Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih olehmadzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka.

Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh.

Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini. (LihatSyarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56)

Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh

Dari Tsauban, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda

:مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ)مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

(“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].”(HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal.

Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan.

Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (LihatSyarh An Nawawi ‘alaMuslim, 8/56 danSyarh Riyadhus Sholihin, 3/465).

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.

*Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Ramadhan ?*

Imam Nawawi dalamSyarh Muslim, 8/56 mengatakan,“Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukanpuasa syawalsecara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri.

Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.”Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.

Catatan:

Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulanDzulqo’dah.

Hal ini tidaklah mengapa. (LihatSyarh Riyadhus Sholihin, 3/466)

*Tunaikanlah Qodho’ (Tanggungan) Puasa Terlebih DahuluLebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qodho’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal.*

Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan daripada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalahkarena dalam hadits di atas Nabishallallahu‘alaihi wa sallammengatakan,“Barang siapa berpuasa Ramadhan.”Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.

Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi,“Barang siapa berpuasa Ramadhan.”(LihatSyarhul Mumthi’, 3/89, 100)

Catatan:

Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodho’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qodho’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semogaAllah merahmati beliau- dalam kitab beliauSyarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.Kita ambil permisalan dengan shalat dzuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan).

Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib?

Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!

Ust. Roni: "Ada Apa Negeri Berkekayaan Alam Melimpah Ruah, tapi Kesulitan Ekonomi Kian Menggurita."

Ketua DKM Al-Muhajirin yang baru: Ir. A. Hasan Munawar Catatan Redaksi: Pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1445 H di Masjid Al-Muhajirin RW-10 An...