Sabtu, 30 Januari 2021

Khutbah Jum'at (29/1) DKM Al-Muhajirin: "Perniagaan yang Menyelamatkan"

Catatan: Khotib Jum'at tanggal 29 Januari 2021 di Masjid Al-Muhajirin, RW-10, Antapani Kidul, menampilkan Ust. Dr. H. Haris Muslim, Lc. MA. Adapun tema yang disampaikan terkait dengan Perniagaan dalam Islam. Mari kita simak, apa yang dimaksud dengan Perniagaan dalam Islam yang menyelamatkan itu?

Jumat, 22 Januari 2021

Protokol Ilahiyah di tengah wabah

Pengantar: Khatib dan Imam, Shalat Jum'at di Masjid Al-Muhajirin RW-10, Antapani Kidul, tanggal 22 Januari 2021 menghadirkan alumnus dari Al-Azhar Mesir, Ust. Deni Albar, Lc. Adapun tema yang dibawakan seputar dzikir di masa Pandemi Covid-19. Selain hadir di Website ini juga hadir di Youtube. Selamat menyimak...

Al-Imam al-Hasan al-Bashri—seorang ‘alim shaleh ternama dari generasi tabi’în yang dijuluki sayyidut tâbi’în (tuannya para tabi’in) berasal dari negeri Bashrah, Irak, dan wafat pada tahun 110 H / 728 M-- pernah bertutur:

“Sungguh heran apabila ada orang yang sedang ditimpa musibah dan kesulitan, kemudian lalai tidak membaca lima bacaan dzikir berikut ini. Padahal ia telah mengetahui janji Allah (dalam ayat-ayat tersebut) yang akan diberikan sebagai balasan bagi yang membacanya.

Pertama, dzikir yang ada pada ayat di bawah ini (innâ lillâhi wa innâ ilaihi rôji’ûn):

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al-Baqarah [2]: 155-157).

Kedua, dzikir yang ada pada firman Allah di bawah ini (hasbunallôh wa ni’mal wakil):

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (173) فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ (174)

Artinya: “(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS. Ali Imran [3]: 173, 174).

Ketiga, dzikir yang ada pada ayat di bawah ini (wa ufawwidlu amrî ilallôh, innallôha bashîrum bil ‘ibâd):

فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ (44) فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45)

Artinya: “Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya". Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk” (QS. Al-Mu’min [40]: 44, 45).

Keempat, dzikir yang ada pada firmanNya di bawah ini (lâ ilâha illâ anta subhânaka innî kuntu minazh zhôlimîn):

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)

Artinya: “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman” (QS. Al-Anbiyâ` [21]: 87, 88).

Kelima, dzikir yang ada dalam firman Allah di bawah ini (robbanaghfir lanâ dzunûbanâ, wa isrôfanâ fî amrinâ, wa tsabbit aqdâmanâ, wangshurnâ ‘alal qaumil kâfirîn):

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148)

Artinya: “Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali Imran [3]: 147, 148)”.

Imam Hasan al-Bashri kemudian kembali berkata: “Siapa yang ketika ditimpa kesulitan dan kesusahan membaca ayat-ayat di atas, maka Allah akan memberikan jalan keluar dan kemudahan dari kesulitan dan kesusahan yang sedang dihadapinya itu. Hal ini karena Allah telah berjanji (dalam firmanNya di atas) dan telah menetapkan hukum (akan diberikan jalan keluar dan kemudahan) bagi yang membacanya. Hukum Allah itu tidak mungkin akan dibatalkan, dan janjiNya tidak mungkin akan diingkari”.

(Diambil dari kitab: Al-Faraj Ba’da asy-Syiddah, karya Imam Abu Ali al-Muhsin bin Ali bin Muhammad at-Tanûkhi al-Bashry (w 384 H), 1/62-64).

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang dapat membaca ayat-ayat di atas atau paling tidak dzikir-dzikir yang ada pada ayat-ayat di atas, khususnya ketika sedang ditimpa kesulitan dan kesusahan. Karena Allah telah menjanjikan orang yang membacanya dengan penuh keyakinan kepadaNya, akan diberikan balasan yang sangat istimewa dan luar biasa yang di antaranya diberikan jalan keluar dan kemudahan dari setiap kesulitan dan kesusahan yang dihadapinya.

Dalam dzikir pertama misalnya, Allah menjanjikan: “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”

Dalam dzikir kedua, Allah berjanji: “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”.

Dalam dzikir ketiga, Allah memberikan balasan mulia: “Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk”.

Dalam dzikir keempat, Allah memberikan balasan istimewa: “Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman”.

Demikian juga dengan dzikir kelima, Allah menjanjikan balasan sangat agung: “Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”.

Bahkan yang lebih menarik, dalam ayat-ayat di atas, Allah menggunakan huruf ‘fa’ (fangqolabû, fawaqôhullôh, fastajabnâ, faâtâhumullâh) ketika menjelaskan balasan mulia yang akan diterima oleh mereka yang membaca dzikir-dzikir di atas.

Ini artinya bahwa jalan keluar dan kemudahan yang akan Allah berikan kepada mereka yang membaca ayat-ayat di atas (atau dzikir-dzikirnya) insya Allah dalam waktu sangat dekat dan cepat, tidak dalam waktu lama. Hal ini karena menurut para ulama, huruf ‘fa’ ini di antara fungsinya adalah littartîb watta’qîb.

Semoga saudara-saudari kita-- baik yang seagama maupun yang sesama manusia bahkan sesama makhluk Allah di manapun berada-- yang saat ini sedang ditimpa musibah berupa kesulitan, kesusahan, penyakit, termasuk corona dan lainnya, segera diberikan jalan keluar dan kemudahan dari semua kesulitannya itu, dan segera diangkat oleh Allah penyakitnya serta segera diberikan kesembuhan seperti sedia kala, dengan idzinNya, âmîn ya robbal ‘âlamîn.

Insya Allah membaca ayat-ayat di atas adalah di antara cara dan upaya semoga Allah segera mengangkat kesulitan, kesusahan dan penyakit yang sedang kita hadapi, sebagaimana disampaikan oleh al-Imam al-Hasan al-Bashri di atas, insya Allah dengan idzin Allah. Semoga.

Washollollôhu ‘alâ sayyidinâ wa maulana Muhammadin, wa ‘alâ âlihî wa shohbihî wa sallama ajma’în.


Sabtu, 16 Januari 2021

Bahaya zalim pada ulama

KEZALIMAN apa pun bentuknya sangat dibenci agama. Dalam hadits Qudsi, sampai-sampai Allah berfirman, “Wahai hambaku! Sesungguhnya aku mengharamkan kezaliman atas diriku. Dan aku haramkan bagi kalian berbuat zalim; maka jangan saling menzalimi!” (HR. Muslim)

Sesama Muslim pun, yang dalam hadits Nabi terhitung sebagai saudara, dilarang saling menzalimi. Salah satu indikator persaudaraan mereka adalah ketika tidak saling menzalimi. Menzalimi sesama saudara, berarti telah merusak ikatan persaudaraan.

Lalu bagaima jika kezaliman itu dilakukan kepada ulama yang notabene pewaris Nabi dan kekasih Allah Subhanahu wata’ala? Dalam hadits Qudsi yang lain Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi kekasihku, maka aku umumkan perang padanya,” (HR. Bukhari)

Menzalimi ulama efeknya jauh lebih besar daripada orang biasa. Perhatikan dalam sejarah, para penguasa dan penyokongnya yang menzalimi ulama akan bernasib tragis. Sebagaimana penguasa yang mengkriminalisasi Imam Ahmad bin Hanbal dalam kasus dogma al-Qur`an sebagai makhluk Allah.

Demikian pula orang yang membantu dalam praktik kezaliman, juga mendapat ancaman keras dari Allah Subhanahu wata’ala. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah disebutkan:


منْ أَعَانَ عَلَى خُصُومَةٍ بِظُلْمٍ، أَوْ يُعِينُ عَلَى ظُلْمٍ؛ لَمْ يَزَلْ فِي سَخَطِ اللَّهِ حَتَّى يَنْزِعَ

“Barangsiapa yang menolong suatu permusuhan dengan kezaliman; atau menolong atas kezaliman; maka dia senantiasa dalam murka Allah, sampai Dia mencabutnya.”

Bukan main ancamannya. Orang yang sengaja melakukan kezaliman, atau membantu orang berbuat zalim, akan dimurkai oleh Allah Subhanahu wata’ala. Bahkan di akhir zaman, salah satu tanda-tanda kiamat –sebagaimana riwayat Imam Ahmad dan Thabrani—di antaranya “katsratu asy-Syurath” yang berarti banyaknya penolong atau pembela penguasa dalam kezaliman. Saat ini terbukti, banyaknya ulama yang dizalimi, dikriminalisasi adalah tanda akhir zaman.

Penting untuk diperhatikan, kezaliman kepada ulama bukan hanya sebatas bagi penguasa yang menyuruh. Siapapun dan sekecil apapun yang membantu berjalannya kezaliman kepada ulama, maka adalah bagian dari kezaliman.

Dalam kitab “Talbiis Ibliis” (120) disebutkan bahwa Malik bin Dinar berkata, “Cukuplah seorang disebut pengkhianat ketika dia menjadi orang kepercayaan orang-orang pengkhianat.” Jadi, jika dia bagian dari sistem kemudian membiarkan kezaliman terjadi, maka terhitung bagian darinya.

Suatu ketika, sipir penjara bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah yang dipenjara karena fitnah kemakhlukan al-Qur`an, “Apakah aku termasuk penolong kezaliman?” “Tidak,” jawab Imam Ahmad, “bahkan kamu adalah bagian dari orang yang berbuat zalim. Penyokong kezaliman adalah orang yang membantumu dalam suatu perkara.” (Shaidu al-Khathir, 435)

Sejalan dengan Imam Ahmad, maka ulama sekaliber Ibnu Taimiyah dalam “al-Majmu’ al-Fataawaa” (VII/64) berujar, “Lebih dari satu ulama salaf yang berkata: penolong pelaku kezaliman adalah yang menolong dan membantunya walau sekadar menyiapkan tinta atau pena.”

Perkara kezaliman ini bukan masalah kecil, apalagi kalau dilakukan kepada ulama. Hati-hatilah bagi mereka yang suka menghina atau merendahkan ulama. Syeikh Ibnu Taimiyah mengungkap perkataan yang sudah popular, “Daging ulama itu adalah racun.” (al-Shaarim al-Masluul, 165). Maknanya, siapa pun yang mencela, menghina, memfitnah, menzalimi, bahkan mengkriminalisasi ulama, maka akan tertimpa keburukan.

Silakan diperiksa dalam sejarah. Penguasa yang memfitnah hingga mengkriminalisasikan Imam Ahmad bin Hanbal; bagaimana nasibnya setelah itu? Demikian juga Buya Hamka yang difinah dan dikriminalisasi oleh penguasa Orde Lama tanpa peradilan; bagaimana nasibnya kemudian? 

Mari berevaluasi; sebelum penyesalan menghampirii. Bagi yang melihat adanya kezaliman –apapun itu—terutama kepada ulama, perlu ada upaya untuk meluruskannya. Jangan sampai, diamnya kita, membuat kita masuk kategori orang-orang yang menolong kezaliman. Na’udzubillah min dzaalik. (Mahmud Budi Setiawan//hidayatullah.com)

Kamis, 14 Januari 2021

Mana terbaik: Wanita shalat di masjid atau di rumah

Manakah yang lebih baik, shalat wanita berjamaah di masjid ataukah shalat sendirian di rumah?

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا

“Shalat seorang wanita di kamar khusus untuknya lebih afdhal daripada shalatnya di ruang tengah rumahnya. Shalat wanita di kamar kecilnya (tempat simpanan barang berharganya, pen.) lebih utama dari shalatnya di kamarnya.” (HR. Abu Daud, no. 570. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat pengertian hadits ini dalam ‘Aun Al-Ma’bud, 2: 225).

Artinya, tempat shalat wanita di dalam rumah semakin tidak terlihat dan jauh dari ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis), akan semakin utama.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ

“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad, 6: 297. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).

Istri dari Abu Humaid As-Sa’idi, yaitu Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, saya sangat ingin sekali shalat berjamaah bersamamu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab,

قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاَةَ مَعِى وَصَلاَتُكِ فِى بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى حُجْرَتِكِ وَصَلاَتُكِ فِى حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِى دَارِكِ وَصَلاَتُكِ فِى دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاَتُكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِى

“Aku telah mengetahui hal itu bahwa engkau sangat ingin shalat berjamaah bersamaku. Namun shalatmu di dalam kamar khusus untukmu (bait) lebih utama dari shalat di ruang tengah rumahmu (hujrah). Shalatmu di ruang tengah rumahmu lebih utama dari shalatmu di ruang terdepan rumahmu. Shalatmu di ruang luar rumahmu lebih utama dari shalat di masjid kaummu. Shalat di masjid kaummu lebih utama dari shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi).” Ummu Humaid lantas meminta dibangunkan tempat shalat di pojok kamar khusus miliknya, beliau melakukan shalat di situ hingga berjumpa dengan Allah (meninggal dunia, pen.) (HR. Ahmad, 6: 371. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Namun jika wanita ingin melaksanakan shalat berjama’ah di masjid selama memperhatikan aturan seperti menutupi aurat dan tidak memakai harum-haruman, maka janganlah dilarang.

Dari Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar bahwasanya ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا

“Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia.” (HR. Muslim, no. 442).

Ada tiga syarat yang mesti dipenuhi ketika seorang wanita ingin shalat berjamaah di masjid: (1) menutup aurat, (2) tidak memakai minyak wangi, (3) harus mendapatkan izin suami.

Demikian dinyatakan oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 3457.

Dari Abu Musa Al-Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An-Nasa’i, no. 5126; Tirmidzi, no. 2786; Ahmad, 4: 413. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Maksudnya wanita semacam itu akan membangkitkan syahwat pria yang mencium bau wanginya. (Lihat Tuhfah Al-Ahwadzi, 8: 74)

Apakah jika wanita ikut shalat berjama’ah di masjid akan mendapatkan pahala 27 derajat?

Al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Fath Al-Bari (4: 34) menyatakan bahwa hadits shalat laki-laki dengan berjamaah akan dilipatgandakan menunjukkan bahwa shalat wanita tidak dilipatgandakan ketika dilakukan secara berjamaah. Karena shalat wanita di rumahnya lebih baik dan lebih afdhal.

Dalam Fath Al-Bari (2: 147), Ibnu Hajar Al-Asqalani juga menjelaskan tentang hadits “laki-laki yang terkait hatinya dengan masjid” menunjukkan bahwa pahala shalat di masjid 27 derajat hanya ditujukan pada laki-laki karena shalat wanita tetap lebih baik di rumahnya dibanding masjid.

Baca bahasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 122393:

هل تنال المرأة أجر صلاة الجماعة إذا ذهبت للمسجد؟

Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat.
(Muhammad Abduh Tuasikal/DS – Panggang, Gunungkidul)

Sabtu, 09 Januari 2021

Dialog Manusia dengan Alquran seputar Covid-19

*) Ya Allah, apakah gerangan yang sedang menimpa kami saat ini ?

Al Qur'an menjawab :*

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan” (QS. Al-Baqarah : 155)

*) Mengapakah kami harus diuji dengan wabah corona seperti ini ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : ”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi ?” (QS. Al-Ankabut : 2)

*) Untuk apa sesungguhnya ujian ini, ya Allah ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allah ; barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya” (QS. At-Taghabun :11)

*) Namun, mengapa harus terjadi pada kami ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta" (QS. Al-Ankabut : 3)

*) Darimana datangnya musibah ini ya Allah ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Dari mana datangnya ini ?” Katakanlah: “Itu dari dirimu sendiri” (QS. Ali Imran: 165)

*) Tapi ya Allah, wabah ini sungguh buruk bagi kami….*

Al Qur'an menjawab :*

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu ; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah : 216)

*) Telah sesak nafas kami, berat hidup kami, gara-gara wabah ini….*

Al Qur'an menjawab :*

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah : 286)

*) Kami tidak bisa bekerja ya Allah, kami dikurung di rumah saja, kami tidak bisa berbuat apa-apa….*

Al Qur'an menjawab :*

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran : 139)

*) Terkadang, wabah ini memberikan tekanan yang demikian dahsyat kepada kami. Rasanya kami telah menyerah kalah. Sebagian dari kami bahkan telah berputus asa.*

Al Qur'an menjawab :*

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS. Yusuf : 87).

“Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabbnya, kecuali orang-orang yang sesat” (QS. Al-Hijr: 56)

*) Kami menjadi gelisah, tidak tenang, karena beban berat yang kami hadapi akibat wabah ini….*

Al Qur'an menjawab :*

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’du: 28)

*) Di saat sempit seperti ini, masih adakah jalan keluar bagi kami ? Masih adakah pintu rezeki untuk menyambung hidup kami ya Allah ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. Ath-Thalaq: 4)

*) Tapi, perusahaan sudah memotong gaji kami. Bahkan sebagian dari kami, sudah tidak memiliki pekerjaan lagi. Siapa yang akan memberikan rezeki kepada kami ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya" (QS. Hud: 6)

*) Sudah selama ini kami menjalani kebijakan Stay At Home.* *Rasanya sudah tidak kuat untuk terus menerus dikurung di dalam rumah. Lelah ya Allah. Sungguh kami tidak tahu, sampai kapan suasana ini….*

Al Qur'an menjawab :*

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran : 200)

*) Mengapa Engkau menyuruh kami untuk bersabar ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Allah mencintai orang-orang yang sabar” (QS. Ali Imran : 146)

*) Adakah balasan atas kesabaran kami ya Allah ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan” (QS. An-Nahl : 96)

*) Alhamdulillah. Seberapa banyakkah pahala yang akan Engkau berikan kpd kami ?*

Al Qur'an menjawab :*

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar : 10)

*) Masya Allah… Lalu bagaimana nasib kami kelak di akhirat ya Allah ?*

*) Al Qur'an menjawab :*

“Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (surga),(sambil mengucapkan) ‘SeLamat untuk kalian atas kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” (QS. Ar-Ra’du : 23-24)

*) Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah...*

Sekarang kami tenang ya Allah, kami ridha dengan ketentuan-Mu, kami bersabar dengan ujian-Mu.

Al Qur'an menjawab :*

"Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya” (QS. Al-Bayyinah : 8)*

“Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar" (QS. At-Taubah : 72)*

(Sumber:Sayid Makhmoed/instagram/Khasanah Al Qur'an)


Sabtu, 02 Januari 2021

Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian

Dalam kajian terhadap kandungan surat Al-Ashr, terdapat 3 poin penting yang seharusnya kita cermati dan renungkan, yaitu: Pertama; Surat itu merupakan sebuah statemen Allah yang sangat serius karena diawali dengan kalimat penegasan (sumpah), yaitu "Demi masa". Kedua; Substansi surat itu adalah sebuah statemen dari Allah, bahwa "Manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali..." Dan ketiga: Manusia akan benar-benar merugi apabila ia tidak melakukan 3 hal, yaitu (1) beriman, (2) beramal shalih, dan (3) saling menasehati antar sesama manusia.

Statemen Allah itu tidak dinyatakan dengan kalimat "Sesungguhnya manusia yang beruntung adalah yang ...", tetapi dinyatakan dengan kalimat "Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali ...

Hal itu tentu akan sangat berbeda bila disampaikan dengan kalimat "Kalian akan beruntung bila disiplin", karena bisa jadi bila disiplin akan dinaikkan pangkatnya.

Apabila seseorang hanya beriman saja (yakni hanya shalat, dzikir, iktikaf, puasa, dan ibadah mahdhah lainnya), tetapi tidak beramal shaleh (yaitu peduli, empati, membantu, membahagiakan sesama, dst) maka ia akan mengalami kerugian.

Dan demikian pula apabila seseorang hanya beriman dan beramal shaleh, tetapi tidak menasehati atau mengingatkan antar sesama manusia yaitu "amar makruf nahi munkar", maka ia juga dikatakan mengalami kerugian.

Sesungguhnya esensi dari surat Al-Ashr adalah Allah SWT memberi perintah kepada manusia untuk melakukan 3 hal secara pararel dan seimbang, yaitu (1) beriman, (2) beramal shaleh, dan (3) saling menasehati. Dalam konteks "hablum minallah wa hablum minannas", maka perintah untuk "beriman" adalah hablum minallah (hubungan baik dengan Tuhan). Sedangkan perintah untuk "beramal shaleh" dan "saling menasehati" adalah hablum minannas" (hubungan baik dengan sesama manusia).

Kesalehan yang terkait dengan hablum minallah pada hakekatnya merupakan kesalehan individual. Sedangkan kesalehan yang terkait dengan hablum minannas pada hakekatnya merupakan kesalehan sosial.

Kesalehan individual dan kesalehan sosial harus dilakukan oleh manusia secara bersamaan. Tidak dibenarkan seseorang hanya tekun shalat, dzikir, iktikaf, dan puasa, tetapi apatis terhadap persoalan-persoalan sosia. Karena orang tidak peduli dengan persoalan-persoalan sosial akan mendapatkan "kehinaan". Allah berfirman: "Ditimpakan atas mereka "kehinaan" dimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah dan berhubungan baik pula dengan sesama manusia" (QS. Ali Imran 112).

Dan apabila seseorang telah melaksanakan ketiga perintah Allah itu, maka ia bisa dikatakan telah beragama (memahami dan mengamalkan) Islam secara Kaffah (menyeluruh).

Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 208, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh". Pengertian menyeluruh disini adalah melaksanakan Hablum Minallah dan Hablum Minannas.

Kesalehan yang terkait dengan hablum minallah pada hakekatnya merupakan kesalehan individual. Sedangkan kesalehan yang terkait dengan hablum minannas pada hakekatnya merupakan kesalehan sosial.

Kesalehan individual dan kesalehan sosial harus dilakukan oleh manusia secara bersamaan. Tidak dibenarkan seseorang hanya tekun shalat, dzikir, iktikaf, dan puasa, tetapi apatis terhadap persoalan-persoalan sosia. Karena orang tidak peduli dengan persoalan-persoalan sosial akan mendapatkan "kehinaan". Allah berfirman: "Ditimpakan atas mereka "kehinaan" dimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah dan berhubungan baik pula dengan sesama manusia" (QS. Ali Imran 112).

Dan apabila seseorang telah melaksanakan ketiga perintah Allah itu, maka ia bisa dikatakan telah beragama (memahami dan mengamalkan) Islam secara Kaffah (menyeluruh).

Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 208, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh". Pengertian menyeluruh disini adalah melaksanakan Hablum Minallah dan Hablum Minannas.

Lantas bagaimana dengan sinyalemen para ulama bahwa hanya sedikit di antara kaum muslimin yang memahami dan mengimplementasikan surat Al-Ashr? "Orang-orang Muslim banyak yang terjebak dalam masalah-masalah ritual, dan tidak peka terhadap masalah-masalah sosial. Padahal Allah memerintahkan untuk Hablu Minallah Wa Habluminan naas secara seimbang". Hal inilah yang menyebabkan kaum muslimin mengalami ketertinggalan di berbagai bidang.

Dalam agama Islam "hablum minannas" mempunyai posisi yang istimewa. Bahkan kesalehan sosial lebih diutamakan daripada kesalehan individual. Penghambaan seorang hamba tidak akan sampai kehadirat Allah Swt apabila ia tidak berhubungan baik dengan sesama manusia (hablum minannas).

Mereka yang mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk kebaikan (kemaslahatan) umat manusia dikatakan oleh Rasulullah sebagai sebaik-baiknya manusia. Rasulullah bersabda, "Khairunnas anfa'uhum linnas"- Sebaik-baik kalian adalah yang paling banyak manfaatnya buat orang lain - (HR. Ibnu Hajar al-Asqalani).

Semoga kaum muslimin merenungi tiga perintah Allah ini, sehingga akan terwujud Islam sebagai Agama Rahmatan Lil 'Alamin. Agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta. Apatah lagi terhadap sesama manusia.///

Ust. Roni: "Ada Apa Negeri Berkekayaan Alam Melimpah Ruah, tapi Kesulitan Ekonomi Kian Menggurita."

Ketua DKM Al-Muhajirin yang baru: Ir. A. Hasan Munawar Catatan Redaksi: Pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1445 H di Masjid Al-Muhajirin RW-10 An...