Kamis, 31 Desember 2020

10 Kerusakan dalam perayaan tahun baru

Bagaimana hukum merayakan tahun baru bagi muslim? Ternyata banyak kerusakan yang ditimbulkan sehingga membuat perayaan tersebut terlarang.

✅ Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM.

Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari.

Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini.

Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam.

Perayaan tahun baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.

Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.

🔻 1. Kerusakan Pertama:

Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram

Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,

كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”

(HR. An Nasa-i no. 1556. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru orang kafir.

Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.

Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini:

Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:

- Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.

- Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.

- Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.

Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua:

- Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau

- Ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan orang kafir.

🔻2. Kerusakan Kedua:

Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir

Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.”

Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“

(HR. Bukhari no. 7319, dari Abu Hurairah)

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”

(HR. Muslim no. 2669, dari Abu Sa’id Al Khudri).

An Nawawi –rahimahullah– ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob(lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran.

Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”

(Al Minhaj Syarh Shohih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, 16/220, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, cetakan kedua, 1392).

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).

Beliau bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269).

Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).

(Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H).

🔻3. Kerusakan Ketiga:

Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru

Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid.

Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang.

Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu?

Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.

Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”

Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,

وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.

“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud lantas berkata,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”

(HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid (bagus)).

Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

🔻4. Kerusakan Keempat:

Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).

Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.

Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.”

Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.

Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”

(Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H).

🔻5. Kerusakan Kelima:

Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu

Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya.

Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.

Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.

Ibnul Qoyyim –rahimahullah– mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras.

Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”

(Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, Dar Al Imam Ahmad)

Adz Dzahabi –rahimahullah– juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar.

Dan yang meninggalkan shalat -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar.

Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”

(Al Kaba’ir, hal. 26-27, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”

(HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574)

Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”

(HR. Muslim no. 1163)

Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir.

Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.

🔻6. Kerusakan Keenam:

Begadang Tanpa Ada Hajat

Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali.

Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”

(HR. Bukhari no. 568)

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”

(Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/278, Asy Syamilah)

Apalagi dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

🔻7. Kerusakan Ketujuh:

Terjerumus dalam Zina

Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan.

Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis.

Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.

Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”

(HR. Muslim no. 6925)

🔻8. Kerusakan Kedelapan:

Mengganggu Kaum Muslimin

Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit.

Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”

(HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41)

Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”

(Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 1/38, Asy Syamilah)

Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

🔻9. Kerusakan Kesembilan:

Meniru Perbuatan Setan dengan

Melakukan Pemborosan

Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam?

Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?!

Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb.

Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.”

Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).”

Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”

(Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5/69, pada tafsir surat Al Isro’ ayat 26-27)

🔻10. Kerusakan Kesepuluh:

Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga

Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”

(HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam

Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih).

Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. 

Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.

Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”

(Al Fawa’id, hal. 33)

Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya.

Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela.

Allah Ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37).

Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”

(Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/553, pada tafsir surat Fathir ayat 37).

Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru.

Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya.

Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya.

Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan.

Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin?

Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.

Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Disempurnakan atas nikmat Allah di Pangukan-Sleman, 12 Muharram 1431 H
(Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal)

Rabu, 30 Desember 2020

15 Ciri Pengikut Syi'ah

Indonesia tengah menjadi target misionaris Syi’ah besar-besaran. Hingga kini banyak pengikutnya berada di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.

Jumlah penganut Syiah di Indonesia Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rakhmat, pernah mengatakan kisaran jumlah penganut Syiah di Indonesia, “Perkiraan tertinggi, 5 juta orang. Tapi, menurut saya, sekitar 2,5 jiwa,” kata Kang Jalal, sapaan Jalaluddin Rakhmat.

Pemeluk Syiah, kata Kang Jalal melanjutkan, sebagian besar ada di Bandung, Makassar, dan Jakarta. Selain itu, ada juga kelompok Syiah di Tegal, Jepara, Pekalongan, dan Semarang; Garut; Bondowoso, Pasuruan, dan Madura.

Diperkirakan, kebanyakan dari mereka sedang melakukan taqiyah dalam rangka melindungi diri dari kaum muslimin.

Mereka bertaqiyah dalam rangka mengelabuhi kaum muslimin, sehingga bisa menarik simpati banyak orang terhadap syiah.

Menurut Ali Muhammad Ash Shalabi, taqiyah dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran;

✅1️⃣ PERTAMA, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya.

✅2️⃣ KEDUA, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah.

✅3️⃣ KETIGA, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan syiah.

✅4️⃣ KEEMPAT, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan

Kemudian, menurut Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di Majalah Islam Internasional Qiblati, ciri-ciri pengikut Syi’ah sangat mudah dikenali, kita dapat memperhatikan sejumlah cirri-ciri berikut:

▶️1️⃣ Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu. Tidak seperti songkok yang dikenal umumnya masyarakat Indonesia, songkok mereka seperti songkok orang Arab hanya saja warnanya hitam.

▶️2️⃣ Tidak shalat jum’at. Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam.

Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama Imam yang ma’shum atau wakilnya.

▶️3️⃣ Pengikut Syi’ah juga tidak akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.

▶️4️⃣ Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja.

▶️5️⃣ Mayoritas pengikut Syi’ah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala – redaksi) yang digunakan menempatkan kening ketika sujud, bila mereka shalat tidak didekat orang lain.

▶️6️⃣ Jika Anda perhatikan caranya berwudhu maka Anda akan dapati bahwa wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum Muslimin.

▶️7️⃣ Anda tidak akan mendapatkan penganut Syi’ah hadir dalam kajian dan ceramah Ahlus Sunnah.

▶️8️⃣ Anda juga akan melihat penganut Syi’ah banyak-banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiyallahu anhum. Dzikir mereka tidak lagi menyebut nama Allah, tapi menyebut nama Husain atau Fatimah atau ahlul bait lainnya.

▶️9️⃣ Mereka juga tidak akan menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, mayoritas sahabat radhiyallahu anhum dan para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

▶️1️⃣0️⃣ Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarwih bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah).

▶️ 1️⃣1️⃣ Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara satu kelompok kaum muslimin dengan kelompok lainnya, sementara itu mereka mengklaim tidak ada perselisihan antara mereka dengan sunni. Ini tentu tidak benar.

▶️1️⃣2️⃣ Anda tidak akan mendapati seorang penganut Syi’ah memegang dan membaca Al-Qur’an kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah (kamuflase), karena Al-Qur’an yang benar menurut mereka yaitu al-Qur’an yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.

▶️1️⃣3️⃣ Orang Syi’ah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menampilkan kesedihan di hari tersebut.

▶️1️⃣4️⃣ Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di perguruan tinggi atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut’ah dengan para wanita tersebut bila nantinya mereka menerima agama Syi’ah.

▶️1️⃣5️⃣ Orang-orang Syi’ah juga getol mendakwahi orang-orang tua yang memiliki anak putri, dengan harapan anak putrinya juga ikut menganut Syi’ah sehingga dengan leluasa dia bisa melakukan zina mut’ah dengan wanita tersebut baik dengan sepengetahuan ayahnya ataupun tidak.

Pada hakikatnya ketika ada seorang yang ayah yang menerima agama Syi’ah, maka para pengikut Syi’ah yang lain otomatis telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut’ah.

Tentunya setelah mereka berhasil meyakinkan bolehnya mut’ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda, sehingga dengan mudah para pengikut Syi’ah menjerat mereka bergabung dengan agama Syi’ah.

Ciri-ciri mereka sangat banyak. Sekalipun dalam kondisi syiah minoritas, anda sulit untuk menjumpai ciri itu, karena mereka bertaqiyah.

Selain yang kami sebutkan di atas masih banyak ciri-ciri lainnya, sehingga tidak mungkin bagi kita untuk menjelaskan semuanya di sini.

Namun cara yang paling praktis ialah dengan memperhatikan raut wajah. Wajah mereka merah padam jika Anda mencela Khomeini dan Sistani, tapi bila Anda menghujat Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan Hafshah, atau sahabat-sahabat lainnya radhiyallahu anhum tidak ada sedikitpun tanda-tanda kegundahan di wajahnya.

Dengan hati yang terang, kaum muslimin Ahlus Sunnah dapat mengenali pengikut Syi’ah dari wajah hitam mereka karena tidak memiliki keberkahan.

Jika Anda perhatikan wajah mereka maka Anda akan membuktikan kebenaran penilaian ini, dan inilah hukuman bagi siapa saja yang mencela dan menyepelekan al-Quran dan para sahabat radhiyallahu anhum, serta para ibunda kaum Muslimin (yaitu istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang dijanjikan surga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita memohon hidayah kepada Allah untuk kita dan mereka semua.

Wallahu a’lam.

(Qiblati/LPPIMakassar/nahimunkar)
Sumber : https://konsultasisyariah.com/20782-15-ciri-pengikut-aliran-syiah.html



Selasa, 29 Desember 2020

Muhasabah dalam Islam, dalil dan keutamaannya

Muhasabah untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia.

Muhasabah berasal dari kata hasyib yahsabu hisab, yang artinya perhitungan. Sedangkan pengertian muhasabah yakni upaya dalam melakukan introspeksi dan evaluasi terhadap diri sendiri dalam melihat aspek kebaikan dan keburukan.

Dalam Islam, muhasabah ini bertujuan untuk memperbaiki hubungan kepada Allah (habluminallah), hubungan kepada sesama manusia (habluminannas), serta hubungan dengan diri sendiri (habluminannafsi).

Bagi seorang muslim, muhasabah adalah hal penting dan sebisa mungkin tak boleh dilewatkan. Sebab hidup di dunia itu sangat singkat. Jauh berbeda dengan kehidupan akhirat yang kekal.

Kehidupan yang kita jalani saat ini pun akan menentukan bagaimana kehidupan di akhirat kelak. Apakah berakhir baik dan masuk surga, atau berakhir buruk dan masuk neraka.

Karena itulah, setiap muslim sebaiknya senantiasa melakukan amal baik dan menjauhi segala kemaksiatan. Dengan muhasabah, kita akan terbiasa merenung dan mengetahui makna di balik kehidupan.

Dengan muhasabah kita tahu sudah banyak dosa yang dilakukan, sehingga ke depannya kita akan memperbaiki hal tersebut. Selain itu, muhasabah juga akan memberimu perspektif baru dalam melihat peristiwa.

Lebih lengkapnya, berikut cara muhasabah diri dalam Islam beserta dalil dan keutamaannya yang telah dihimpun brilio.net dari berbagai sumber.

Dalil tentang muhasabah diri...

Muhasabah diri adalah salah satu amalan yang disebutkan dalam Alquran dan diajarkan oleh Rasulullah.

Dalam surah Al Hasyr ayat 18, Allah berfirman;

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18).

Dengan melakukan muhasabah diri, manusia akan membuka hati dan menyadari segala dosanya. Setelah itu, muslim yang taat akan bertaubat dan tak mengulangi kesalahannya.

Sebab taubat adalah bentuk penyesalan seorang muslim. Sebagimana dalam hadits, Rasulullah bersabda "Menyesal adalah taubat." (HR. Ibnu Majah).

Kemudian dalam surah At Taubah ayat 126.
"Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?" (QS At-Taubah: 126)

Umar bin Khattab pernah mengatakan, "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat"

Kemudian dia mengutip surah Al Haqqah ayat 18.

"Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabbmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)." (QS. Al-Haqqah: 18)

Apa yang dikatakan Umar bin Khattab juga sesuai dengan sabda Nabi dalam hadits yang diriwatkan Syadad bin Aus, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT."

Cara muhasabah...

Ada banyak cara melakukan muhasabah diri, misalkan saja sebagai berikut:

1. Mengavaluasi soal niat, amalan, dan dosa-dosa

Langkah pertama untuk bermuhasabah adalah merenungkan apa saja yang telah dilalui dalam hidup.

Kemudian mengevalusi, sudahkah memiliki niat menjadi orang yang lebih baik? Sudahkah melakukan amalan yang diperintahkan Allah? Dan sudahkah menyadari berapa banyak dosa yang telah dilakukan?

Setelah mengetahui jawabanya, kemudian niatkan untuk senantiasa lebih taat kepada Allah dan menghindari laranganNya.

2. Mendirikan sholat taubat

Ketika kamu telah menyesali segala dosa, maka muslim yang taat akan segera bertaubat. Salah satu bentuk amalan yang bisa dilakukan adalah mendirikan sholat taubat.

Tata caranya sama seperti sholat pada umumnya, namun bisa terdiri dari dua rakaat, empat rakaat, atau enam rakaat. Pada bagian sujud terakhir, akuilah segala dosa dan meminta ampun pada Allah SWT.

Sebagaimana Rasulullah bersabda, "Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa ketika itu."

3. Menerima masukan dan saran dari orang lain

Kadang kita membutuhkan orang lain untuk menyadarkan dari kesalahan yang telah diperbuat.

Dalam suatu riwayat, Imam Bukhari menceritakan kisah Umar bin Khattab yang memberi saran kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan Alquran. Saat itu, Abu Bakar sempat menolak dan bimbang dengan usulan tersebut.

Namun Umar meyakinkan bahwa hal itu adalah kebaikan. Hingga Abu Bakar pun berkata, "Umar senantiasa membujukku untuk mengevaluasi pendapatku dalam permasalahan itu hingga Allah melapangkan hatiku dan akupun berpendapat sebagaimana pendapat Umar."

Tak hanya para sahabat, bahkan Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku lupa sebagaimana kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku ketika diriku lupa."

Lalu dalam hadits lain dijelaskan, "Jika Allah menghendaki kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Allah akan memberinya seorang pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika dirinya lalai dan akan membantu jika dirinya ingat." (HR. Abu Dawud)


Keutamaan muhasabah diri


Beberapa keutamaan dan manfaat yang akan didapatkan ketika melakukan muhasabah diri yaitu:

- Menghindarkan manusia dari sikap merasa paling suci.

"Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa." (QS An-Najm: 32)

- Menghindarkan manusia dari sikap sombong.

Sebagaimana yang dicontohkan oleh Muhammad bin Wasi "Andaikan dosa itu memiliki bau, tentu tidak ada dari seorang pun yang ingin duduk dekat-dekat denganku"

- Menyadarkan untuk memanfaatkan waktu dengan baik.

Ibnu Asakir pernah menceritakan tentang Al-Faqih Salim bin Ayyub Ar-Razi bahwa ia terbiasa mengoreksi dirinya dalam setiap nafasnya. Ia tidak pernah membiarkan waktu tanpa faedah. Kalau kita menemuinya pasti waktu Salim Ar-Razi diisi dengan menyalin, belajar atau membaca.

- Menenangkan hati dan mendapatkan petunjuk.

Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya bahwa seseorang bisa terus berada dalam petunjuk jika rajin mengoreksi amalan-amalan yang telah ia lakukan. (Tafsir Al-Baidhawi).

Senin, 28 Desember 2020

Pohon Sa'dan digambarkan sebagai titian Sirat

Inilah rupanya pohon Sa'dan yang digambarkan sebagai titian Sirat di dalam hadist.

Baru pertama kali tahu gambar pohon Sa'dan. 
Dengan gemetaran dan penuh ketakutan setiap membayangkannya.

Pohon Sa'dan yang bagaikan Sirat.
Membuat hilang semua nafsu dunia.
Bagaimana diri ini akan melewati Sirat kelak?
Jalanan yang gelap dipenuhi besi-besi pengait dan kawat tajam berduri yang siap merobek siapa saja yang melewatinya.
Jalan yang licin lagi menggelincirkan.

Dibawahnya sudah menunggu neraka Jahannam dengan api yang menyala-nyala.
Hanya bisa dilewati oleh mereka yang memiliki cahaya keimanan dan amal yang diridhoi.

Wahai diri
Lebih baik kau diuji di dunia sebagai pembersih diri.
Lebih baik kau disakiti di dunia agar terangkat derajatmu.
Lebih baik kau penat di dunia agar bisa beristirahat kelak di akhirat.

Ingatlah bahwa waktu yang sekejap mata di dunia ini akan menentukan tempatmu yang abadi di akhirat. "Kemudian didatangkan jambatan lalu dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam. Kami (para Sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana (bentuk) jambatan itu?”

Jawab beliau, “Licin (lagi) mengelincirkan. Di atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa'dan … " (Muttafaqun ‘alaih). "Dan dibentangkanlah jambatan Jahannam.

Akulah orang pertama yang melewatinya. Doa para rasul pada saat itu: “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah”. Pada Sirat itu, terdapat pengait-pengait seperti duri pohon Sa’dan. Pernahkah kalian melihatnya?”

Para Sahabat menjawab, “Pernah, wahai Rasulullah. Maka ia seperti duri pohon Sa’dan,
tiada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali Allah.
Maka ia mencangkok manusia sesuai dengan amalan mereka." (HR. Bukhari)

Wallahu 'a'lam bishowab...

Jumat, 25 Desember 2020

Pelantikan/Pengurus DKM Al-Muhajirin RW-10 Antapani Kidul Periode Tahun 2020-2023


(Pelantikan Pengurus DKM Al-Muhajirin Periode Tahun 2020 - 2023 oleh Kepala KUA dan
 Ketua MUI Antapani, yang diwakili oleh Ketua DKM, Sigit Tjiptono)



Alhamdulillah, pada Rabu, tanggal 23 Desember 2020, pukul: 11.00 wib,  bertempat di KUA Kecamatan Antapani, telah dilakukan pelantikan/pengukuhan pengurus DKM Al-Muhajirin RW-10 Antapani Kidul, Periode Tahun 2020-2023.

Pelantikan dilakukan oleh Kepala KUA dan Ketua MUI Kecamatan Antapani di ruang Kepala KUA Kec. Antapani. Pengurus yang dilantik  diwakili oleh Ketua DKM Al-Muhajirin, Sigit Tjiptono dan Sekretaris DKM, Dedi Rukanda.

Sesuai butir 4 dalam   klausul keputusan, bahwa SK tersebut berlaku sejak tgl pelantikan/ pengukuhan. Dengan demikian kepengurusan mulai berlaku sejak tgl 23 Desember 2020 dan akan berakhir pada 22 Desember 2023.

Sigit Tjiptono yang terpilih sebagai Ketua DKM Al-Muhajirin untuk periode ketiga kalinya ini mengucapkan Innalillahi wa inna illaihi roji'un. "Terima kasih atas amanah yang diberikan kepada kami, mohon doa dan dukungannya agar kami diberikan keikhlasan, kemampuan, kekuatan dan kesabaran oleh Allah untuk melaksanakan amanah ini," ujar Sigit.

Kepada jamaah yang menjadi pengurus DKM, Sigit mengajak untuk bersama-sama : 

1. Meluruskan niat kita dengan niat ikhlas semata mata mencari ridho Allah Subhanahu Wata'ala.

2. Mohon kesungguhan untuk mewakafkan tenaga, pikiran dll untuk semaksimal mungkin mendesain dan melaksanakan Visi, Misi, Strategi dan Program Kerja DKM untuk kemaslahatan jamaah, umat islam dan masyarakat pada umumnya. 

3. Mengingat kondisi masih pandemi, maka komunikasi akan kami lakukan lebih banyak via grup WA pengurus DKM periode 2020-2023.

4. Jika ada keberatan/usul/saran/hal-hal yang ingin disampaikan oleh anggota pengurus dkm/jamaah, dipersilakan langsung disampaikan kepada ketua/via japri/via grup pengurus dkm yang akan dibuat dwd.

"Dengan segala kerendahan hati, mengingat keterbatasan kemampuan saya selaku pribadi, saya mohon dukungan penuh/saran/masukan dari semua pihak dan terima kasih atas kesediaan seluruh pengurus DKM untuk mewakafkan tenaga, pikiran dll demi terwujudnya peningkatan layanan kepada jamaah, umat islam dan masyarakat," ucap Sigit. 

Berikut adalah Pengurus DKM Al-Muhajirin Periode Tahun 2020 - 2023:








Rabu, 16 Desember 2020

Allah Tabaraka Wata'ala tak akan ingkar janji

Oleh: Ustadz Salim Qibas

Bismillahirrahmanirrahim

Kaum kafir dan musryik sering sekali “menantang” Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam dengan menantang bahwa jika benar apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam maka segerakan saja azab kepada mereka sebagai bukti.

Dalam QS 22: 47

وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ ۚ وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ

“ Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar azab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu”

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini merupakan ancaman kepada kafir yang mendustakan dan pelecehan serta tantangan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam yang menyatakan keraguan kepada apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam dengan menantang agar Allah Tabaraka Wata’ala menyegerakan azab kepada mereka.

Sebagaimana ayat berikut juga...

▶️ QS 8: 32

وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَٰذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika (Al-Qur'an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih."

▶️ QS 38: 16

وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ

“ Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, segerakanlah azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari Perhitungan."

Padahal jelas Allah Tabaraka Wata’ala Tidak Akan Mengingkari JanjiNya. Sebagaimana jelas disampaikan Allah Tabaraka Wata’ala pada ayat ayat berikut.

▶️ QS 10: 55

أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ أَلَا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“ Ketahuilah sesungguhnya milik Allahlah apa yang ada di langit dan di Bumi. Bukankah janji Allah itu benar? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”

▶️ QS 35: 5

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ۖ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

“Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memerdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memerdayakan kamu tentang Allah”

✅ Allah Tabaraka Wata’ala juga meminta Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabar menghadapi orang orang seperti itu.

▶️ QS 30: 60

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sungguh, janji Allah itu benar dan sekali-kali jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan engkau”.

✅ Sikap Mukmin terbaik pada urusan seperti ini adalah:

1. Bersabar
2. Meyakini Allah Jalla Jalaluhu pasti menepati janjiNya.

▶️ QS 40: 77

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۚ فَإِمَّا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ الَّذِي نَعِدُهُمْ أَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sesungguhnya janji Allah itu benar. Meskipun Kami perlihatkan kepadamu sebagian siksa yang Kami ancamkan kepada mereka, ataupun Kami wafatkan engkau (sebelum ajal menimpa mereka), namun kepada Kamilah mereka dikembalikan”.

▶️ QS 40: 55

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ

“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampun untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”.

Saat para Nabi sedih dan putus asa menghadapi orang yang menentangnya

▶️ QS 22: 52-53

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّىٰ أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul dan tidak (pula) seorang nabi sebelum engkau (Muhammad), melainkan apabila dia mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan ke dalam keinginannya itu. Tetapi Allah menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu. dan Allah akan menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana

Dia (Allah) ingin menjadikan godaan yang ditimbulkan setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan orang yang berhati keras. Dan orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang jauh”.

▶️ QS 12: 109-110

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ ۗ أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۗ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
حَتَّىٰ إِذَا اسْتَيْأَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ ۖ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ

“Dan Kami tidak mengutus sebelummu (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul). Dan sungguh, negeri akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?

Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan kaumnya) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka (para rasul) itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang yang Kami kehendaki. Dan siksa Kami tidak dapat ditolak dari orang yang berdosa”.

Allah Tabaraka Wata’ala tidak akan membiarkan para NabiNya lemah melainkan diberikan kekuatan dan penghiburan agar mereka menjadi kuat. Serta meminta mereka minta bersabar.

Dan Allah Tabaraka Wata’ala tidak akan pernah mengingkari janjiNya. Janji Allah Tabaraka Wata’ala pasti benar.

Allah Tabaraka Wata’ala lah yang tau kapan akan diturunkan azab itu dan dalam bentuk apa. Yang demikian adalah hal ghaib yang hanya Allah Tabaraka Wata’ala tau waktu dan bentuknya.

▶️ QS 67: 26

قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ

“Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya ilmu (tentang hari Kiamat itu) hanya ada pada Allah. Dan aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan."

▶️ QS 14: 14

وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِهِمْ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ

“Dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu setelah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (menghadap) ke hadirat-Ku dan takut akan ancaman-Ku."

✅ Dengan demikian aqidah mukmin terdiri dari dua:

1. Al Raja’ (berpengharapan)
2. Al Khauf (takut pada ancaman Allah Tabaraka Wata’ala )

▶️ QS 20: 113

وَكَذَٰلِكَ أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ الْوَعِيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا

“Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menjelaskan berulang-ulang di dalamnya sebagian dari ancaman, agar mereka bertakwa, atau agar (Al-Qur'an) itu memberi pengajaran bagi mereka”

✅ Janj Allah Tabaraka Wata’ala ada dua:

1. Al WA’du - Janji memberi ganjaran kebaikan (surga).
2. Al WA’id - Janji ancaman bagi pelaku maksiat (neraka).

☑️1️⃣ Al-Wa’du (الْوَعْدُ), yaitu nash-nash (Al-Qur-an dan As-Sunnah) yang mengandung janji Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang yang taat dengan ganjaran yang baik, pahala dan Surga.

☑️2️⃣ Adapun yang dimaksud dengan al-Wa’iid (الْوَعِيْدُ), yaitu nash-nash yang terdapat padanya ancaman bagi orang-orang yang berbuat maksiat dengan adzab dan siksaan yang pedih.

▶️ QS 40: 51

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ

“Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari Kiamat)”

Dengan syarat kita penuhi syaratnya. Yaitu keimanan tanpa kesyirikan. Murni. Tidak menselesihi islam

▶️ QS 6: 82

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.

▶️ QS 24: 55

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”

Sehingga Syarat diterimanya ibadah dan berharap Allah Tabaraka Wata’ala menolong dirimu.

1. Ikhlas karena Allah Tabaraka Wata’ala.
2. Ittiba’ diatas Sunnah

Ibadah amal shaleh hanya disebut sebagai amal shalih adalah jika memenuhi syarat diatas. Jika tidak memenuhi dua syarat itu maka tidak disebut sebagai ibadah amal shalih.

▶️ QS 9: 111

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“ Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung”

Contoh al WA’du dan Al Wa’id janji kebaikan dan ancaman Allah Tabaraka Wata’ala :

▶️ QS 14: 7

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."

▶️ QS 3: 9

رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ

“Ya Tuhan kami, Engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya." Sungguh, Allah tidak menyalahi janji”.

✅ Sikap orang kafir dan munafik dijelaskan oleh Allah Tabaraka Wata’ala pada ayat berikut:

▶️ QS 3: 120

إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا ۖ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

“Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan”

Pada ayat diatas jelas kita perlu “bersabar dan bertakwa” setelah beriman dan beramal shalih, agar pertolongan hadir.

▶️ QS 3: 125

بَلَىٰ ۚ إِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ آلَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِي

"Ya" (cukup). Jika kamu bersabar dan bertakwa ketika mereka datang menyerang kamu dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.

Dijelaskan kembali kita harus bersabar dan bertakwa

▶️ QS 3: 186

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan”.

Ayat ini menjelaskan pernyataan presiden Perancis telah disampaikan akan terjadi oleh Allah Jalla Jalaluhu dan kita diminta bersabar dan bertakwa menghadapinya. Tidak melakukan sesuatu yang melanggar syariat.

Wallahu a’lam bish-showab.

🟪🟪 Tanya Jawab:

✅1️⃣ Bagaimana sikap menghadapi Olok Olok orang kafir dan munafik

Jawab:

1. Melakukan Intropeksi kepada diri sendiri, mengapa ada orang yang mengolok-ngolok agama kita. Bisa jadi karena ada orang yang mengaku Islam tetapi tidak menampilkan wajah Islam sesungguhnya. Dan bahkan merusak dari dalam. Kaum sejenis ini disebut kaum Zindiq.

2. Bersabar dan bertakwa. Tampilkan lah Islam yang sesungguhnya yang lembut namun tegas dengan Ahlaq Ahlaq yang baik sebagaimana tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam.

3. Menghimpun kekuatan sesama kaum Islam dengan kekuatan Aqidah, kekuatan intelektualitas dan, kekuatan solidaritas (Persatuan)


▶️ QS 8: 60

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan)”.

✅2️⃣ Mengapa banyak sekali orang zalim. Bukankah mereka dapat diberikan Hidayah oleh Allah agar lembut kepada kaum muslim?

Jawab:

1. Hidayah sesungguhnya milik Allah. Allah lah yang memilih siapa yang bisa diberikan Hidayah

▶️ QS 28: 56

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“ Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.

▶️ QS 2: 272

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

“Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari rida Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan)”.

✅3️⃣ Boleh kah kita minta didoakan oleh para ustadz atau orang shalih?

Jawab:

Boleh. Karena berdo’a dibolehkan dengan melalui Wasilah sebagai berikut

1. Berdo’a dengan asmaul husna

▶️ QS 7: 180

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.

2. Berdo’a melalui Wasilah amal solih

▶️ QS 3: 16

الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“ (Yaitu) orang-orang yang berdoa, "Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka”.

3. Berdo’a dengan masalah sesama, semisal kepada para ulama yang masih hidup dan dapat dihubungi dan bukan melalui orang Sholeh yang telah meninggal dunia.

▶️ QS 47: 19

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

“ Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu”.

✅4️⃣ Bagaimana cara menghadapi pasangan serta keluarganya yang masih rutin menjalankan kegiatan bid'ah seperti memasang kalung di leher anak untuk menjauhkan mereka dari setan

Jawab:

Terus lah menyampaikan dalil serta berdakwah dan menasehati dengan cara yang lemah lembut, penuh kesabaran namun tegas tanpa toleransi.

▶️ QS 4: 63

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا

“Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatinya. Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya”.

▶️ QS 5: 90

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.

✅5️⃣ Bagaimana sikap terbaik dalam menghadapi Futur (kemalasan), Dalam belajar agama

Jawab:

1. Banyak banyak mengingat kematian karena kematian bisa datang kapan saja dan sebaik baik bekal menghadapi kematian adalah Takwa.

2. Selalu berteman dan bergaul dengan orang orang yang lah rajin belajar agama dan rajin memperbaiki diri

▶️ QS 3: 112

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ

“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Mereka mendapat murka dari Allah dan (selalu) diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi, tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas”.

▶️ QS 5: 2

“... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya”.

▶️ QS 9: 119

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“ Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”.

3. Selalu tiada henti berdo’a dan memohon agar diri ini terus bisa bertakwa

Semisal:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى» )

“Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam beliau biasa berdoa:

/Allaahumma innii as-alukal hudaa wat tuqaa wal ‘afaafa wal ghinaa/
(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan, dan kekayaan)”
(HR. Muslim no. 2721, At Tirmidzi no. 3489, Ibnu Majah no. 3105, Ibnu Hibban no. 900 dan yang lainnya).

Wallahu a’lam bish-showab. Wabillahi at-Taufiq.
Dirangkum oleh Abu ISLAMADINA

Engkau Hanyalah kumpulan hari

Semoga Allah selalu melimpahkan anugerah berkah, rahmat, taufik, hidayah, kesehatan dan lindunganNya pada kita semua serta mengijabah doa2 kita...

Hari demi hari dijalani, berbagai fase terlewati.
Fase dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, berkeluarga, dan akhirnya menua.
Kita ada di salah satu fase tersebut.

Sudah cukup lama kita menjalani hari, dan betapa banyak yang sering kaget sendiri ketika mengingat-ingat waktu yang telah dilewatinya.

Memandang umurnya sudah sudah cukup tua dan tak tahu akan sampai kapan kakinya masih bisa menapak.

Kumpulan hari-hari dalam kehidupannya selalu berkurang seiring berlalunya waktu.
Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,

ابن آدم إنما أنت أيام كلما ذهب يوم ذهب بعضك

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.”
(Hilyatul Awliya’, 2: 148)

Begitu pula Ja’far bin Sulaiman berkata bahwa dia mendengar Rabi’ah menasihati Sufyan Ats-Tsauri,

إنما أنت أيام معدودة، فإذا ذهب يوم ذهب بعضك، ويوشك إذا ذهب البعض أن يذهب الكل وأنت تعلم، فاعمل.

“Sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari. *Jika satu hari berlalu, maka sebagian dirimu juga akan hilang.* Bahkan hampir-hampir sebagian harimu berlalu, lalu hilanglah seluruh dirimu, sedangkan Engkau mengetahuinya. Oleh karena itu, beramallah.”_
(Shifatush Shofwah, 2: 245)

Singkatnya Dunia

Allah Ta’ala memberikan permisalan kehidupan dunia,

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا كَمَاۤءٍ اَنْزَلْنٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ فَاخْتَلَطَ بِه نَبَاتُ الْاَرْضِ فَاَصْبَحَ هَشِيْمًا تَذْرُوْهُ الرِّيٰحُ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا – ٤٥

“Dan buatkanlah untuk mereka perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air hujan yang Kami turunkan dari langit, menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu mengering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Kahfi: 45).

Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa,

Permisalan kehidupan dunia ini bagaikan hujan yang turun ke bumi, membuat subur tumbuhan, membuat tumbuhan tersebut berbunga dan membuat senang orang-orang yang melihatnya.

Saat mereka lalai dengan keindahannya, tiba-tiba jadilah tumbuhan itu kering dan diterbangkan oleh angin. Maka hilanglah tumbuhan dan bunga yang bermekaran indah tersebut, tersisalah tanah yang kering.

Itulah dunia, pengejar dunia sungguh terkagum dengan pencapaiannya, mengumpulkan dirham dan dinar, memetik kelezatan dunia, menceburkan diri dalam syahwat di hari-harinya. 

Saat dia menikmati kenikmatan tersebut hingga ia mengira bahwa dirinya akan tetap terus seperti itu, tiba-tiba maut datang menjemput atau hartanya hilang.

Pergilah kesenangannya, lenyaplah kelezatan dan kebahagiaannya. Tinggallah dia bersama amal baik atau amal buruknya.

Ketika itu, orang yang zalim akan menggigit jarinya karena menyadari hakikat keadaan dirinya. Dia berangan-angan bisa kembali ke dunia, bukan untuk kembali melanjutkan memuaskan hawa nafsunya, akan tetapi untuk menebus kelalaiannya di masa lalu dengan taubat dan amal shalih.n(Tafsir As Sa’di, 1: 478).

Betapa banyak yang terbuai dengan indahnya dunia hingga lupa akhiratnya, padahal kenikmatan di dunia itu sangatlah singkat, Allah Ta’ala permisalkan *seperti singkatnya tetumbuhan hijau yang akan segera mengering.

Allah Ta’ala menceritakan tentang singkatnya dunia yang dirasakan di saat hari berbangkit,

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوٓا۟ إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَىٰهَا

“Pada hari ketika mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Nazi’at: 46).

Imam Hasan Al Bashri rahimahullaahu mempermisalkan singkatnya dunia dengan seseorang yang sedang tidur dan bermimpi indah,

مَا الدُّنْيَا كُلُّهَا مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا إِلَّا كَرَجُلٍ نَامَ نَوْمَةً رأى فِي مَنَامِهِ مَا يُحِبُّ ثُمَّ انْتَبَهَ

“Tidaklah gambaran kehidupan dunia seluruhnya dari awal sampai akhirnya, kecuali seperti seorang yang tidur, dia melihat dalam tidurnya apa yang dia senangi, kemudian dia tersadar bangun.” (Al-mujalasah wa jawahirul ‘ilmi, 5: 227)*


Perjalanan Itu Masih Panjang

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut” (HR. Ibnu Hibban no. 2980. Syaikh Al-Albani mengatakan: hasan shahih, Syaikh Syu’aib Al Arnaut mengatakan: isnadnya hasan).

Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa umur kita di dunia sekitar 60 hingga 70 tahun. Waktu yang sangat pendek apabila dibandingkan dengan perjalanan setelah mati nanti.

Setelah kematian, manusia masih melewati masa di alam barzakh yang kita belum tahu berapa lama masing-masing kita berada di alam tersebut. Bisa jadi jarak antara kematian kita dengan hari kiamat nanti masih sangatlah lama.

Setelah kita dibangkitkan dari kubur, kita masih akan melewati perjalanan lagi.

Hari-hari di padang Mahsyar bisa terasa sangat lama.

Allah Ta’ala berfirman,

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij: 4).

Ibnu Abi Hatim berkata,

“Ahmad bin Sinan Al-Wasithiy menuturkan kepada kami, dia berkata: ‘Abdurrahman bin Mahdiy menuturkan kepada kami, dia berkata: dari Israil dari Simak dari ‘Ikrimah dari ‘Ibnu ‘Abbas: -dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun-, dia mengatakan: hari kiamat. 

Sanadnya shahih.

Ats Tsauri meriwayatkan dari Simak bin Harb, dari ‘Ikrimah: -dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun-, yakni hari kiamat. Ini merupakan perkataan Adh-Dhahhak dan Ibnu Zaid. ‘Ali bin Abi Thalhah berkata: dari Ibnu ‘Abbas dalam perkataannya: -Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun- , dia mengatakan: *ini adalah hari kiamat, Allah Ta’ala menjadikan sehari setara dengan lima puluh ribu tahun bagi orang-orang kafir.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8: 222)

Meskipun begitu singkatnya kehidupan di dunia, namun kehidupan di dunialah yang akan menjadi sebab PENENTU bahagia atau sengsaranya perjalanan panjang setelah kematian nanti.

Karena pada hakikatnya, kita sedang mengumpulkan bekal di dunia ini untuk kehidupan abadi.

Dunia adalah tempat persinggahan untuk mempersiapkan masa depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَ تَرَكَهَا

“Apa peduliku dengan dunia? Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.”_
(HR. Tirmidzi no. 2377, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Orang yang singgah untuk berteduh dan beristirahat tentu bersifat sementara. Setelah itu, dia akan melanjutkan perjalanan. Ada yang beristirahat secukupnya, namun juga ada yang terbuai dengan kenyamanan di tempat persinggahan sampai akhirnya waktunya habis.

Setelah semua terlambat, barulah dia menyesal dan sadar bahwa dia akan menuju ke tempat perhentian perjalanan: surga atau neraka.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullaahu berkata,

الناس منذ خلقوا لم يزالوا مسافرين, ﻭﻟﻴﺲ ﻟﻬﻢ ﺣﻂٌّ ﻋﻦ ﺭِﺣﺎﻟﻬﻢ ﺇﻻَّ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨَّﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻨﺎﺭ

“Manusia sejak diciptakan senantiasa menjadi musafir, batas akhir perhentian perjalanan mereka adalah surga atau neraka.” (Al-Fawaid, 1: 190)

Penulis: Apt. Pridiyanto
(Muslim.or.id)




*Oleh: Mutiara Risalah Islam*

>>>>>>>>🌺🌺<<<<<<<<

Ust. Roni: "Ada Apa Negeri Berkekayaan Alam Melimpah Ruah, tapi Kesulitan Ekonomi Kian Menggurita."

Ketua DKM Al-Muhajirin yang baru: Ir. A. Hasan Munawar Catatan Redaksi: Pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1445 H di Masjid Al-Muhajirin RW-10 An...