Rabu, 31 Mei 2017

Syekh Abdul Qodir Al Jailani: Tiga Tingkatan Puasa

TIGA TINGKATAN PUASA MENURUT SYEKH ABDUL QODIR AL JAILANI : PUASA SYARIAT, PUASA TAREKAT, PUASA HAKIKAT.

۞اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞

PUASA SYARIAT (PUASANYA ORANG AWAM), PUASA TAREKAT (PUASANYA ORANG YANG SEDANG BERJUANG MENUJU ALLOH) DAN PUASA HAKIKAT (PUASANYA PARA ARIF BILLAH, WALI ALLOH, ORANG SHOLEH).

Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, “PUASA SYARIAT adalah menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh di siang hari. Sedangkan PUASA TAREKAT adalah menahan seluruh anggota tubuh secara lahir maupun batin, siang maupun malam dari segala perbuatan yang diharamkan, yang dilarang dan sifat-sifat tercela, seperti ‘ujub, sombong, bakhil dan sebagainya.

Semua itu dapat membatalkan puasa syariat. Puasa SYARIAT terbatas waktu, sedang Puasa TAREKAT selama hidup.

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صَوْمِهِ إِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطْشُ (رواه ابن ماجه)

Baginda Rasululloh SAW bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa TIDAK mendapatkan apa-apa dari puasanya selain hanya LAPAR dan DAHAGA.” (HR. Ibnu Majah).

Oleh kerana itu ada pula ungkapan, “Banyak yang berpuasa, tetapi berbuka. Banyak yang berbuka, tetapi berpuasa.” Artinya : orang yang perutnya tidak berpuasa, tetapi ia menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan terlarang dan menyakiti orang lain.

كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ الْحَدِيْثِ الْقُدْسِيِّ إِنَّ الصَّوْمَ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ (رواه مسلم) 
وَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ الْحَدِيْثِ الْقُدْسِيِّ يَصِيْرُ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ الْإِفْطَارِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ رُؤْيَةِ جَمَالِيْ

Sebagaimana firman ALLOH SWT dalam Hadis Qudsi, “Puasa itu untuk KU dan AKU lah yang akan membalasnya.” (HR. Muslim).

ALLOH SWT juga berfirman dalam Hadis Qudsi, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan. Pertama, yaitu ketika berbuka. Kedua, ketika melihat ALLOH.”

Menurut ahli syariat ialah yang dimaksud dengan berbuka adalah makan pada saat matahari tenggelam. Sedangkan, ru’yah yang mereka maksud adalah melihat hilal (anak bulan) untuk menentukan jatuhnya hari raya Idul Fitri.

Adapun pengertian menurut ahli tarekat, berbuka (al-ifthâr) ialah kebahagiaan saat masuk syurga, saat menikmati  semua kenikmatan syurga. Semoga ALLOH SWT memberikannya kepada kita.

Kedua, yang dimaksud dengan ru’yah (menurut ahli tarekat) ialah melihat ALLOH SWT secara nyata pada Hari Kiamat dengan pandangan sirri. Semoga dengan kemuliaan dan keutaman ALLOH SWT, Dia menganugerahkan kepada kita semua untuk bisa melihat-Nya.

Adapun PUASA HAKIKAT ialah menjaga hati dari mencintai selain ALLOH SWT dan menjaga RASA (sirr) agar tidak mencintai musyâhadah pada selain ALLOH SWT. Sebagaimana firman ALLOH SWT dalam Hadis Qudsi, “Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya.”

اَلْإِنْسَانُ سِرِّيْ وَأَنَا سِرُّهُ

Sirr itu berasal dari cahaya ALLOH, sehingga tidak mungkin condong kepada selain ALLOH SWT. Baginya, di dunia ini maupun di akhirat, tidak ada yang dicintai, diingini, dan dicari selain ALLOH.

Jika hati dan sirr terjatuh untuk mencintai selain ALLOH, maka batallah puasa hakikatnya dan ia harus melakukan qadha' dengan kembali mencintai ALLOH SWT dan menemui-Nya. Pahala dari puasa hakikat ini adalah bertemu dengan ALLOH SWT. Sesuai firman ALLOH SWT dalam Hadis Qudsi,“Puasa itu bagi-KU dan AKU lah yang akan membalasnya.” (HR. At-Tirmidzi).

اَلصَّوْمُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ (رواه الترمذي)

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar...

Ngaji Dapat Sembako


Sabtu, 27 Mei 2017

Shalat Tahajjud setelah tarawih

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Apakah kita boleh mengerjakan shalat tahajud lagi padahal sudah mengerjakan shalat tarawih yang ditutup dengan witir?

Jawabannya dibolehkan.

Ketahuilah bahwa shalat tahajud merupakan bagian dari shalat malam yang di mana shalat tahajud dikerjakan setelah bangun tidur. Demikian pendapat Imam Nawawi dalam Syarh Al-Muhaddzab. Oleh karenanya tidaklah bertentangan antara niat shalat malam dan shalat tahajud. Siapa yang mengerjakan shalat malam setelah bangun tidur, ia disebut sebagai orang yang bertahajud dan shalatnya dianggap pula sebagai shalat malam.

Kalau seseorang sudah mengerjakan shalat tarawih dan ditutup witir, maka ia boleh menambah shalat tahajud lagi di malam harinya dengan beberapa tinjauan sebagai berikut:

1- Perintah mengerjakan shalat malam bersama imam hingga imam selesai

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

“Sesungguhnya siapa saja yang shalat bersama imam hingga imam itu selesai, maka ia dicatat telah mengerjakan shalat semalam suntuk (semalam penuh).” (HR. Tirmidzi no. 806. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Dalam riwayat lain dalam Musnad Imam Ahmad, disebutkan dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ بَقِيَّةُ لَيْلَتِهِ

“Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imam hingga imam selesai, maka ia dihitung mendapatkan pahala shalat di sisa malamnya.” (HR. Ahmad 5: 163. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Kalau seseorang keluar dari shalat tarawih karena ingin menambah shalat tahajud dan witirnya di malam hari, maka ia tidak mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Walaupun dari sisi kesahan tetaplah sah.

2- Masih boleh menambah shalat malam setelah tarawih karena jumlah raka’at shalat malam tidak ada batasannya.

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan,

فَلاَ خِلاَفَ بَيْنَ المسْلِمِيْنَ أَنَّ صَلاَةَ اللَّيْلِ لَيْسَ فِيْهَا حَدٌّ مَحْدُوْدٌ وَأَنَّهَا نَافِلَةٌ وَفِعْلٌ خَيْرٌ وَعَمَلٌ بِرٌّ فَمَنْ شَاءَ اِسْتَقَلَّ وَمَنْ شَاءَ اِسْتَكْثَرَ

“Tidak ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa shalat malam tidak ada batasan raka’atnya. Shalat malam adalah shalat nafilah (shalat sunnah) dan termasuk amalan kebaikan. Seseorang boleh mengerjakan dengan jumlah raka’at yang sedikit atau pun banyak.”(At-Tamhid, Ibnu ‘Abdil Barr, 21: 69-70, Wizaroh Umum Al Awqof, 1387 dan Al-Istidzkar, Ibnu ‘Abdil Barr, 2: 98, Dar Al-Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1421 H)

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa shalat malam tidak dibatasi jumlah raka’atnya, yaitu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Shalat malam itu dua raka’at salam, dua raka’at salam. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749, dari Ibnu ‘Umar). Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.

3- Kita memang diperintah menutup shalat malam dengan shalat witir sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751).

Pengertian menutup shalat malam dengan shalat witir, hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Sehingga setelah shalat witir masih boleh menambah lagi shalat sunnah. Alasannya adalah praktik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sesudah shalat witir masih menambah lagi dengan dua raka’at yang lain.

‘Aisyah menceritakan mengenai shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كَانَ يُصَلِّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوتِرُ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالإِقَامَةِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat 13 raka’at (dalam semalam). Beliau melaksanakan shalat 8 raka’at kemudian beliau berwitir (dengan 1 raka’at). Kemudian setelah berwitir, beliau melaksanakan shalat dua raka’at sambil duduk. Jika ingin melakukan ruku’, beliau berdiri dari ruku’nya dan beliau membungkukkan badan untuk ruku’. Setelah itu di antara waktu adzan shubuh dan iqomahnya, beliau melakukan shalat dua raka’at.” (HR. Muslim no. 738)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Dua raka’at setelah witir itu tanda bahwa masih bolehnya dua raka’at setelah witir dan jika seseorang telah mengerjakan shalat witir bukan berarti tidak boleh lagi mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Adapun hadits di atas “Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir“, yang dimaksud menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat malam hanyalah sunnah (bukan wajib). Artinya, dua raka’at sesudah witir masih boleh dikerjakan.” (Zaad Al-Ma’ad, 1: 322-323). Lihat penjelasan: Dua Raka’at Sesudah Shalat Witir.

Yang jelas bagi yang sudah melaksanakan tarawih lalu menutupnya dengan witir tidak lagi melakukan witir yang kedua setelah melakukan shalat tahajud di malam hari. Dari Thalq bin ‘Ali, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ

“Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.” (HR. Tirmidzi no. 470, Abu Daud no. 1439, An Nasa-i no. 1679. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Kesimpulan, boleh melaksanakan shalat tahajud walaupun sudah mengerjakan shalat tarawih dan ditutup dengan witir. Namun di malam hari ketika melakukan shalat tahajud tidak lagi ditutup dengan witir. Jumlah raka’at shalat tahajud yang dilakukan bebas, tidak dibatasi jumlah raka’atnya.

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

Artikel Rumaysho.Com

Wasiat Rasulullah kepada Abu Dzar Ghiffari

Sebuah hadits merekam dialog menarik sahabat nabi Abu Dzar Al-Ghiffari dengan Rasulullah SAW.

”Berilah saya wasiat (maksudnya beri saya pelajaran), wahai Rasulullah!

Rasulullah bersabda, ”Saya wasiatkan kepadamu supaya bertakwa kepada Allah, sebab takwa itu adalah pokok segala urusan!"

Sahabat itu rupanya belum puas. ”Tambah, ya Rasulullah!”

”Biasakanlah membaca Alquran, karena itulah cahaya bagi kamu di dunia dan menjadi sebutan bagi kamu di langit,” jawab Rasulullah.

”Tambah, ya Rasulullah!”

”Janganlah terlalu banyak tertawa terbahak-bahak, sebab hal itu mematikan hati dan memadamkan cahaya muka.”

”Tambah, ya Rasulullah!”

”Banyaklah menahan bicara kecuali untuk menyampaikan kebaikan. Sebab, sikap demikian menghalau setan dan menolongmu dalam urusan-urusan keagamaan.”

”Tambah, ya Rasulullah!”

”Cintailah orang-orang yang miskin, bergaullah di tengah-tengah mereka.”

”Tambah, ya Rasulullah!”

”Lihatlah kepada orang-orang yang di bawahmu, jangan kepada orang-orang yang ada di atasmu. Sebab, hal demikian akan menjadi tirai yang menutupi nikmat Allah kepadamu.”

”Tambah lagi, ya Rasulullah!”

”Jagalah hubungan silaturahim dengan kerabatmu, walaupun mereka memutuskan hubungan.

”Tambah, ya Rasulullah!”

”Jangan takut pada jalan Allah lantaran dicela manusia.”

”Tambah lagi, ya Rasulullah!”

”Katakanlah kebenaran (al-haq) itu, walaupun pahit.”

Abu Dzar masih minta tambahan wasiat mengenai intisari ajaran Islam. Rasulullah terakhir menjawab,

”Akan datang dari manusia kepadamu berita yang engkau tahu tentang kesalahan dirimu sendiri dan engkau tidak merasa marah pada mereka tentang apa yang diceritakannya itu. Adalah suatu aib, jika engkau baru ketahui dan sadari kesalahan yang kamu lakukan setelah hal itu jadi perbincangan orang lain.”

Hadis itu mengajarkan tentang budi pekerti dan kepribadian seorang Muslim yang hanif.

Dalam rangka memelihara kesempurnaan hubungan dengan Allah, setiap Muslim diingatkan agar selalu memperhatikan perilaku keseharian biar pun berkenaan dengan hal-hal yang kadang dipandang sepele.

Perilaku seorang Muslim selalu dihubungkan dengan nilai keimanan kepada Allah.

Rasulullah bersabda, ”Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan kalau kau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Ia melihatmu.”

Demikian, smg bermanfaat, aamiin

Wswrwb.

〰〰〰
(santri.net)

Senin, 22 Mei 2017

DKM Al-Muhajirin Selenggarakan Ngabuburit Bersama Al-Qur'an



Dalam rangka mengisi kegiatan bulan Ramadhan 1438 H, tahun 2017, DKM Al-Muhajirin, akan menyelenggarakan Program Ngabuburit Bersama Al-Qur'an (NBA).

Menurut Ketua DKM Al-Muhajirin, Sigit Tjiptono, program ini dikhususkan untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Menurut Sigit, ragam kegiatan dan fasilitas yang akan disajikan NBA Al-Muhajirin RW-10, Kelurahan Antapani Kidul, sebagai berikut:

*) Materi Seputar Ramadhan
*) Materi Seputar Fiqh (Wudhu s/d Shalat)
*) Metode Menghafal Al-Quran (Surat Pilihan sesuai kaidah tahsin)
*) Perlombaan (Tahfidz / Adzan)
*) Iftor(Ta’ajil) Bersama 
*) Nonton Bersama (Nobar) Film/Video2 Islami
*) Dll

Adapun manfaat dan fasilitas yang akan didapat peserta :

*) Ilmu yang bermanfaat
*) Doorprizes
*) Sertifikat  Perlombaan
*) Ifthar

Pelaksanaan Kegiatan:

SD     : tanggal   29 Mei - 19 Juni 2017
Smp  : Tanggal  5 Juni – 19 juni

Waktu : Ba'da Ashar s.d Magrib

Tempat :

Masjid Al Muhajirin
Jl. Jayapura no.2 RW-10 Kelurahan Antapani Kidul

Pendaftaran terbuka untuk umum terutama yang berdomisili di sekitar Kecamatan Antapani.

Menurut Ketua Remaja Masjid Al-Muhajirin (REMAMU) Antapani, cara Pendaftaran, dapat dilakukan melalui SMS, dengan cara...

Ketik :
NBA_Nama_L/P_Sekolah_Alamat_No Hp ortu

Kirim ke Info/Pendaftaran/Konfirmasi : 081 291 555 944

Waktu Pendaftaran Sampai 26 Mei 2017

Ayoo Buruan Daftar...
Jangan Sampai Ketinggalan...
Rugi Banget Dech Kalo Sampe Nggak Ikutan..
Soalnya Selain  Acaranya Gratisan...
Juga Fasilitas dan ilmu yang akan diberikan sangat bermanfaat...
Tapi Jangan Lupa...! Siapkan Infaq Terbaik Kalian...

Organized by:
Madrosah Al-Muhajirin  (MAM)
Remaja Masjid Al-Muhajirin ( REMAMU)

Supported by:
Dkm Al-Muhajirin

Khutbah Rasulullah di akhir bulan Sya'ban

Berikut ini adalah khutbah Baginda Rasulullah SAW Diakhir Bulan Sya'ban

عن سلمان قال : خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في آخر يوم من شعبان فقال: ((أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم، شهر مبارك، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر، جعل الله صيامه فريضة، وقيام ليله تطوعا، من تقرب فيه بخصلة من الخير، كان كمن أدى فريضة فيما سواه، ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه، وهو شهر الصبر، والصبر ثوابه الجنة، وشهر المواساة، وشهر يزداد فيه رزق المؤمن، من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه وعتق رقبته من النار، وكان له مثل أجره من غير أن ينتقص من أجره شيء)).

قالوا: ليس كلنا نجد ما يفطر الصائم، فقال: ((يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على تمرة، أو شربة ماء، أو مذقة لبن، وهو شهر أوله رحمة، وأوسطه مغفرة، وآخره عتق من النار، من خفف عن مملوكه غفر الله له، وأعتقه من النار، واستكثروا فيه من أربع خصال: خصلتين ترضون بهما ربكم، وخصلتين لا غنى بكم عنهما، فأما الخصلتان اللتان ترضون بهما ربكم: فشهادة أن لا إله إلا الله، وتستغفرونه، وأما اللتان لا غنى بكم عنهما : فتسألون الله الجنة، وتعوذون به من النار، ومن أشبع فيه صائما سقاه الله من حوضي شربة لا يظمأ حتى يدخل الجنة)) [رواه ابن خزيمة في صحيحه، وأورده الإمام المنذري في الترغيب والترهيب، وقال: رواه ابن خزيمة في صحيحه ثم قال: صح الخبر، ورواه من طريق البيهقي، ورواه أبو الشيخ ابن حبان في الثواب باختصار عنهما، وضعفه الألباني في ضعيف الترغيب والترهيب]


Salman al-Farisi berkata: Rasulullah saw menyampaikan khutbah kepada kami pada hari terakhir di bulan Sya’ban.

Rasulullah saw berkhutbah: “Wahai orang-orang, di hadapan kalian telah datang bulan agung, bulan yang penuh berkah, bulan di mana di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa di bulan tersebut sebagai suatu kewajiban, ibadah di waktu malamnya sebagai perbuatan sunnat.

Siapa yang beribadah pada bulan Ramadhan dengan satu perbuatan sunnat, maka pahalanya seperti pahala wajib pada bulan-bulan lainnya. Siapa yang melakukan satu ibadah wajib di dalamnya, maka pahalanya sama dengan melakukan tujuh puluh ibadah wajib pada bulan-bulan lainnya.

Bulan Ramadhan adalah bulan kesabaraan, dan pahala sabar adalah surga. Bulan Ramadhan juga adalah bulan keleluasaan (untuk beribadah), juga bulan di mana rizki setiap mukmin akan ditambahkan.

Siapa yang memberikan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa pada bulan Ramadhan, maka baginya akan diampuni dosa-dosanya, akan dibebaskan dari sentuhan api neraka serta baginya pahala sebagaimana pahala yang diraih oleh yang berpuasa tersebut, tanpa berkurang sedikitpun.

Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, tidak semua dari kami dapat memberikan makanan berbuka untuk yang berpuasa ?”

Rasulullah-saw bersabda:

“Allah-swt akan memberikan pahala tersebut juga.. ,

kepada yang memberikan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa sekalipun hanya dengan sebiji kurma, seteguk air atau sedikit susu”.

Bulan Ramadhan adalah bulan di mana permula'annya adalah kasih sayang Allah (rahmat), pertengahannya adalah ampunan (maghfirah) dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.

Siapa yang meringankan beban budaknya, maka Allah-swt akan mengampuninya dan akan membebaskannya dari api neraka.

(Seroja 75)

Minggu, 21 Mei 2017

Tembang Ilir-Ilir Sunan Kalijaga


Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali songo yang terkenal. Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455 Masehi, pada waktu muda Sunan Kalijaga bernama Raden Said atau Jaka Said selain itu disebut juga dengan nama Syekh Malaya, Lokajaya, raden Abdurrahman dan pangeran tuban . Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. 

Sunan Kalijaga sangat bersifat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka masyarakat harus didekati secara bertahap demi tahap, prinsipnya mengikuti sambil mempengaruhi. Itulah salah satu taktik dakwah Sunan Kalijaga. 

Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang. Beliau selalumemperkenalkan agama secara luwes tanpa menghilangkan adat-istiadat/ kesenian daerah (adat lama yang ia beri warna Islami) yang telah ada sebelumnya. Beliau terkenal dengan dakwahnya yang ajarannya terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk. Seni suara suluk karya Sunan Kali Jaga yang terkenal salah satunya adalah tembang lir-ilir.

Lagu Ilir Ilir pada zaman Kerajaan Jawa Islam sangat populer dinyanyikan sebagai tembang dholanan dikalangan anak-anak dan masyarakat di Jawa. Dalam orde lama dan orde baru nyanian ini terdaftar sebagai lagu wajib  dalam lembaga-lembaga umum di Jawa timur dan Jawa Tengah. Namun pada era reformasi sekarang ini lagu tersebut jarang dinyanyikan kalangan anak-anak bahkan sudah tidak pernah lagi, Lagu ini mulai kembali digemakan baik dalam nuansa religius sebagaimana ditampilkan oleh grup musik  Kiai Kanjengyang digawangi seniman dan budayawan Emha Ainun Najib maupun dalam konsep aslinya yaitu dolanan yang mulai dipopulerkan oleh grup band bernama Rich Band.

Sunan Kalijaga sangat akrab ditelinga rakyat apalagi didaerah Jawa, Beliau sangat terkenal karena berbagai ciptaanya dan dakwahnya .Salah satunya menciptakan tembang  seperti Tembang Rumekso in Wengi dan tembang Lir Ilir. Lir-ilir merupakan salah satu tembang Jawa di gunakan Sunan Kalijaga untuk melakukan dakwah Islam di Jawa.  Tembang lir-ilir tersebut berbunyi :

“Lir-ilir, Lir Ilir , Tandure wus sumilir , Tak ijo royo-royo ,Tak sengguh temanten anyar, Cah Angon, Cah Angon , Penekno Blimbing Kuwi , Lunyu-lunyu penekno  Kanggo Mbasuh Dodotiro, Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing, pinggir , Dondomono, Jlumatono , Mumpung Padhang Rembulane, Mumpung Jembar Kalangane ,Yo surako surak Iyo.”

Tembang lir-ilir ini populer dalam berbahasa jawa karena diciptakan di Jawa, arti dalam bahasa indonesianya kurang lebih seperti ini :
“Sayup-sayup, Sayup-sayup bangun (dari tidur). Tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru. Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian. Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan. Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore. Selagi sedang terang rembulannya. Selagi sedang banyak waktu luang. Mari bersorak-sorak ayo.”

Tembang ini memiliki makna yang mendalam dan makna khusus karena tembang ini bukan tembang biasa. Jika kita dapat memaknai nya secara mendalam, tembang ini sebagai inspirasi kacamata kehidupan kita. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah. Carrol McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan tembang ini, beliaupun sering memainkannya. Dalam alinea pertamanya berbunyi “Lir-ilir-Lir-ilir, Tandure wus sumilir , ijo royo-royo,Tak sengguh temanten anyar” mempunyai makna bagunlah bukan berarti bangun dari tempat tidur. 

Tetapi kita diminta bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas, bangun dari kebodohan tentang tidak mengenal Allah, bangun dari sifat yang buruk penyakit hati, bangun dari kesalahan-kesalahan dan hendaknya kita senantiasa mohon ampun kepada Allah dan brdzikir untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. “tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak, senggo temanten anyar”. Bait ini mengandung makna  jika kita telah berdzikir kita akan mendapatkan banyak manfaat bagi kita sendiri dan menghasilkan buah makrifat atas izin Tuhannya. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. 

Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya msih dalam level pertama.

Selanjutnya makna Cah Angon-cah angon Penekno Blimbing Kuwi Lunyu-lunyu penekno Kanggo mbasuh dodotiro . “Cah angon” ? kenapa kata yang di pilih Sunan Kalijaga adalah cah angon, bukan presiden atau para pengusaha, ini menjadi pertanyaan besar buat kita ? Sunan Kalijaga memilih kata “cah angon” karena pada dasarnya cah angon adalah pengembala, Pengembala mempunyai makna seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah. 

Pengembala dalam tembang disini masksudnya dapatkah kita menggembalakan dan menahan hati kita dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya dan menahan hal-hal yang membuat kita akan cenderung melakukan dosa. Kita harus menentang hawa nafsu yang dapat menejerumuskan kita  ke lembah syetan yang tidak diridhoi Allah, dengan cara berpegang teguh dengan rukun Islam yang yang notabene buah belimbing bergerigi lima buah yang di ibaratkan rukun islam.  

Jadi meskipun sulit, kita harus sekuat tenaga tetap berusaha menjalankan rukun islam yang merupakan dasar dari agama Islam meskipun banyak halangan dan rintangan. “Penekno” ? dalam bahasa indonesia adalah “panjatlah” ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk memeluk Islam dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejek para pemimpin Islam Nabi dan Rosul dalam menjalankan syari’at Islam. Walaupun dengan penuh rintangan baik harta, benda maupun tahta dan godaan  lain maka kita harus tetep bertaqwa kepada Allah.

“Dodotiro Dodotiro, Kumitir Bedah ing pinggir”, yang maknanaya Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita hindari dan kita tinggalkan, perbaiki kehidupan dan akhlak kita, seperti merajutpakaian hingga menjadi pakaian yang indah ”karena sebaik-baik pakaian adalah pakaian bertaqwa kepada Allah.Dondomono, Jlumatono, Kanggo Sebo Mengko sore ini Pesan dari para wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu didunia baik amal baik maupun amal buruk. 

Maka perbaikilah  dan sempurnakanlah ke-Islaman kita agar kita selamat pada hari pertanggung jawaban kelak. Pakaian taqwa kita sebagai manusia biasa pasti terkoyak dan berlubang, untuk itu kita diminta untuk selalu memperbaiki dan membenahinya agar kelak kita sudah siap ketika dipanggil menghadap kehadirat Allah SWT.

Mumpung padhang rembulane Mumpung jembar kalangane Yo surako surak iyo!!! Selagi kita masih ada kesempatan, kita harus senantiasa mohon ampun kepada Allah, menahan hawa nafsu duniawi yang dapat menjermuskan kita, dan senantiasa bertaqwa kepada Allah sebagai bekal pertanggung jawaban kita kelak di akhirat. Begitulah, para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata kita, ketika usia masih menempel pada hayat kita ketika kita masih di beri kesehatan . Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai, senantiasa bersyukur dan menegakan syari’at Islam. Dalam firman Allah :

“Mari kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (Al-Anfal :24).

Dari uraian diatas kita melihat bagaimana Sunan Kalijaga secara jenius menerjemahkan ajaran Islam dalam rangkaian syair dan tembang pendek yang memiliki makna mendalam mengenai perlunya seseorang dalam memperhatikan hidup kita selama di dunia ini. Jangan hanya berorientasi pada keduniawian melainkan berorientasikan pada kehidupan dalam alam kekekalan yaitu akhirat. Sehingga kehidupan dunia dan akhirat harus seimbang. 

Sunan Kalijaga mengingatkan manusia bahwa kita mempunyai  pertanggung jawaban pribadi kepada Tuhan, Karena semua perbuatan kita akan dimintai pertanggung jawaban dari kita. Sunan Kalijaga menawarkan Islam sebagai jalan dan bekal untuk menghadapi kematian dan pertanggungjawaban akhir. Dengan berbekal mengenai keislaman dengan Rukun Imannya yaitu Sahadat, Sholat, Zakat, Shaum, Haji dan senantiasa melakukan hal-hal yang baik menjauhi perbuatan buruk untuk mendapatkan kehidupan yang baik diakhirat nanti

Tembang lir-ilir ciptaan Sunan Kalijaga ini mempunyai makna yang mendalam dan dapat menginspirasi hakikat kehidupan kita. Karena dalam tembang jawa ini mengandung unsur-unsur ajakan untuk kembali kepada Allah, senantiasa mengingat kepada Allah, dan menahan hawa nafsu agar kita tidak terjerumuskan ke lembah yang tidak di ridho’i Allah, selalu mohon ampun kepada Allah. Sunan Kalijaga juga meningatkan kepada kita bahwa perbuatan baik dan amalan menempati peran penting termasuk Sahadat, Sholat, Zakat, Haji, Puasa dalam Islam sebagai bekal yang menentukan keselamatan seseorang yang harus dibawa dan dipertanggungjawabkan saat mereka mengalami kematian kelak. 

Lagu Lir Ilir memberi kita pelajaran dan pesan, hendaknya manusia menyadari, bahwa hidup di dunia ini tidak akan lama dalam bahasa jawa diibaratkan “urip iku sekedar mampir ngombe” yang maknanya hidup itu sementara, seyogjanya kita semua harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sehingga kelak kita akan siap ketika tiba saatnya kita semua dipanggil menghadap kehadirot Allah SWT.

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=video&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiHifuk2oLUAhUDNI8KHSf1DpEQtwIIJjAA&url=https%3A%2F%2Fwww.youtube.com%2Fwatch%3Fv%3Du7fxIkCU5HI&usg=AFQjCNFfx1d1mCMx-EY67CG2dFkK9spvrQ&sig2=ic5Iz5Ev1lOxpz9Ag-sPHw

Senin, 15 Mei 2017

Awas Pencuri Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan segera tiba. Persiapan lahir bathin untuk menyongsong kehadirannya sejatinya telah matang. Tentu dengan harapan agar berbagai pahala yang melimpah ruah itu dapat kita raup semaksimal mungkin. 

Namun hati2, kakrena ternyata ada pencuri2 ramadhan yang bisa mengurangi bahkan meniadakan pahala shaum kita. 

Siapa saja pencuri itu? Mari kita simak!!

Pencuri pertama: Televisi

Ini merupakan pencuri yang berbahaya, yang bisa merusak dan mengurangi pahala orang yang berpuasa. Sebut saja film2 sinetron yang kerap menayangkan perselisihan dan rebutan dunia, bahkan ada iklan2 yang tidak mendidik.

Pencuri kedua, Pasar

Ini juga merupakan pencuri spesial dalam menghabiskan uang secara membabi-buta dan waktu tanpa batas. Belanja memang kegiatan yang menyenangkan dan tak ada puasnya. Oleh karena itu ada baiknya tentukan belanjaan yang benar2 dibutuhkan sebelum pergi ke pasar.

Pencuri ketiga, Begadang

Pencuri jenis inilah yang mengambil waktu yang palimg berharga. Pencuri ini bisa saja menilap waktu shalat tarawih atau mengambil sholat malam tahajjud di sepertiga malam terakhir, bahkan waktu shalat subuh pun bisa terlupakan.

Pencuri kelima, Handphone

Sebagian orang hanya sekedar menjawab panggilan masuk. Bisa diserang dengan dosa berupa ghibah, namimah, dusta, memuji diri atau orang lain, membeberkan rahasia orang, berdebat tanpa ilmu, ikut campur urusan orang, dan sebagainya.

Pencuri keenam, Kikir

Sesungguhnya sedekah akan melindungimu dari neraka, dan sebaik-baik sedekah adalah di bulan Ramadhan; maka bersedekahlah secara terang-terangan atau lebih baik secara sembunyi-sembunyi.

Syahdan pencuri2 itulah yang mengakibatkan berkurangnya pahala atau bahkan hilangnya pahala puasa, dan tentunya akan menjadi buah penyesalan di hari kiamat. Nabi shallaalhu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah suatu kaum bermajelis, tidak mengingat Allah dan tidak juga bersholawat kepada Nabi mereka kecuali mereka meninggalkan penyesalan."

Adapun pencuri besar yang sangat berbahaya dan perlu diwapadai dewasa ini adalah pengaruh media sosial FACEBOOK atau WHATSAPP, terutama apabila tidak dipergunakan dengan benar untuk kebaikan dalam menyambut tamu di bulan yang sangat mulia ini (Ramadhon).

Akhirnya, aku wasiatkan diriku dari kelalaian untuk bersiap-siap menyambut bulan suci ini; Kalaulah kita mendapatinya pada tahun ini, maka belum tentu kita dapatkan pada tahun yang akan datang.

(Ustadz Zainal Abidin, Lc)

Minggu, 14 Mei 2017

The well of Ruma (Sumur Ruma)

DULU, di Madinah, tidak terlalu jauh dari masjid Nabawi, ada sebuah properti sebidang tanah dengan sumur yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Sumur itu dikenal dengan nama : Sumur Ruma (The Well of Ruma) karena dimiliki seorang Yahudi bernama Ruma.

Sang Yahudi menjual air kepada penduduk Madinah, dan setiap hari orang antri untuk membeli airnya. Di waktu waktu tertentu sang Yahudi menaikkan seenaknya harga airnya, dan rakyat Medinahpun terpaksa harus tetap membelinya. karena hanya sumur inilah yang tidak pernah kering.

Melihat kenyataan ini, Rasulullah berkata, "kalau ada yang bisa membeli sumur ini, balasannya adalah Surga". Seorang sahabat nabi bernama Usman bin Affan mendekati sang Yahudi. Usman menawarkan untuk membeli sumurnya. Tentu saja Ruma sang Yahudi menolak. Ini adalah bisnisnya, dan ia mendapat banyak uang dari bisnisnya.

Tetapi Usman bukan hanya pebisnis sukses yang kaya raya, tetapi ia juga negosiator ulung. Ia bilang kepada Ruma, "aku akan membeli setengah dari sumur mu dengan harga yang pantas, jadi kita bergantian menjual air, hari ini kamu, besok saya" Melalui negosiasi yang sangat ketat, akhirnya sang Yahudi mau menjual sumurnya senilai 1 juta Dirham dan memberikan hak pemasaran 50% kepada Usman bin Affan.

Apa yang terjadi setelahnya membuat sang Yahudi merasa keki. Ternyata Usman menggratiskan air tersebut kepada semua penduduk Madinah. Pendudukpun mengambil air sepuas puasnya sehingga hari kesokannya mereka tidak perlu lagi membeli air dari Ruma sang Yahudi. Merasa kalah, sang Yahudi akhirnya menyerah, ia meminta sang Usman untuk membeli semua kepemilikan sumur dan tanahnya. Tentu saja Usman harus membayar lagi seharga yang telah disepakati sebelumnya.

Hari ini, sumur tersebut dikenal dengan nama Sumur Usman, atau The Well of Usman. Tanah luas sekitar sumur tersebut menjadi sebuah kebun kurma yang diberi air dari sumur Usman. Kebun kurma tersebut dikelola oleh badan wakaf pemerintah Saudi sampai hari ini. Kurmanya dieksport ke berbagai negara di dunia, hasilnya diberikan untuk yatim piatu, dan pendidikan. Sebagian dikembangkan menjadi hotel dan proyek proyek lainnya, sebagian lagi dimasukkan kembali kepada sebuah rekening tertua di dunia atas nama Usman bin Affan. Hasil kelolaan kebun kurma dan grupnya yang di saat ini menghasilkan 50 juta Riyal pertahun (atau setara 200 Milyar pertahun)

Sang Yahudi tidak akan penah menang. Kenapa?

Karena visinya terlalu dangkal. Ia hanya hidup untuk masa kini, masa ia ada di dunia. Sedangkan visi dari Usman Bin Affan adalah jauh kedepan. Ia berkorban untuk menolong manusia lain yang membutuhkan dan ia menatap sebuah visi besar yang bernama Shadaqatun Jariyah, sedekah berkelanjutan.
 Sebuah shadaqah yang tidak pernahhi berhenti, bahkan pada saat manusia sudah mati.

Masya' Allah

Sabtu, 13 Mei 2017

Keutamaan membaca shalawat

Shalawat adalah hal yang sangat dianjurkan dalam syara', sebagai salah satu wujud kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW, juga banyak kelebihan shalawat seperti yang tertera dalam hadits berikut.

Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطَيَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ

“Barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali, maka Allah bersholawat kepadanya 10 kali shalawat, dihapuskan darinya 10 kesalahan, dan ditinggikan baginya 10 derajat.”
(HR. An-Nasa’i, III/50)

Ibnu Hajar Al-Haitami menyebutkan banyak fadhilah bersalawat kepada Nabi Muhammad SAW dengan berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW.

Adapun fadhilahnya antara lain :

1. Allah, Malaikat dan Rasulullah SAW akan bersalawat kepadanya.

2. Meninggikan derajat, menghapuskan kejahatan dan bersalawat itu sebanding dengan memerdekakan sepuluh orang hamba sahaya.

3. Menjadi syafa’ah dan kesaksian Nabi Muhammad SAW.

4. Menjadi sebab terlepas dari penyakit nifaq dan terlepas dari api neraka serta mengangkatnya kepada derajat para syuhada.

5. Menjadi kafarah baginya dan membersihkan amalannya.

6. Menjadi sebab berdekatan dengan bahu Rasulullah SAW di pintu surga.

7. Menjadi istighfar bagi yang mengatakannya dan menggembirakan matanya.

8. Sekali bershalawat mendapat pahala kirat (nama timbangan) seperti gunung Uhud.

9. Malaikat berdiri pada kubur Nabi SAW memberitahukan bahwa si fulan bin fulan telah bersalawat kepada Nabi SAW.

10. Menjadi sebab banyak mendapat pahala.

11. Menjadi sebab mencukupi kepentingan di dunia dan akhirat dan ampunan dosa.

12. Menjadi penghapus kesalahan seperti air memadamkan api.

13. Satu kali bersalawat menghapuskan dosa sepuluh tahun dan mencegah orang-orang yang menghafalnya ditulis dosa selama tiga hari serta terpelihara dari masuk neraka.

14. Menjadi sebab terlepas dari huru-hara hari kiamat.

15. Menjadi sebab ridha Allah Ta’ala.

16. Menjadi sebab mendatangkan rahmat.

17. Menjadi sebab aman dari kemurkaan Allah Ta’ala.

18. Menjadi sebab masuk dalam naungan ‘Arasy.

19. Menjadi sebab berat timbangan dan terlepas dari api neraka.

20. Menjadi sebab bagi aman dari haus pada hari kiamat.

21. Shalawat kepada Nabi SAW dapat memegang tangan orang-orang yang tergelincir pada Shirathal mustaqim sehingga dia dapat melaluinya.

22. Barangsiapa yang bersalawat kepada Nabi SAW dalam satu hari sebanyak seribu kali, maka tidak dia mati sehingga melihat tempat kediamannya dalam surga.

23. Menjadi sebab banyak isteri di dalam surga.

24. Shalawat itu sebanding dengan dua puluh peperangan jihad fi sabilillah.

25. Shalawat itu sebanding dengan sedekah.

26. Seratus kali bersalawat pada satu hari sama dengan seribu kebaikan dan sebanding dengan seratus sedekah yang diterima serta menghapus seribu kejahatan.

27. Shalawat seratus kali pada setiap hari menjadi sebab terpenuhi seratus kebutuhan, tujuh puluh untuk akhirat dan tiga puluh untuk dunia.

28. Shalawat satu kali menjadi sebab terpenuhi seratus kebutuhan.

29. Orang yang bersalawat seratus kali pada satu hari, maka sama dengan orang yang berkekalan ibadah sepanjang hari dan malam.

30. Merupakan yang paling dicintai amal kepada Allah.

31. Merupakan hiasan majelis dan cahaya pada Shirathal mustaqim pada hari kiamat.

32. Dapat menghilangkan kefakiran.

33. Berkat dan faedah shalawat didapati oleh seseorang, anaknya dan anak dari anaknya.

34. Orang yang bershalawat tidak ditanyai Allah tentang kewajibannya.

35. Orang yang bershalawat kepada Nabi SAW lima puluh kali dalam sehari, maka Nabi SAW akan berjabat tangan dengannya pada hari kiamat.

36. Shalawat menjadikan suci hati.

Demikian fadhilah membaca shalawat, semoga kita bisa mengamalkannya dengan istiqamah setiap hari, Aamiin..

〰〰〰〰
Referensi: Kitab Al-Dur Al-Manzhud fi Al-Shalat wa Al-Salam ‘ala Shahib Al-Maqam Al-Mahmud (Cet. Dar al-Minhaj, Hal 136-180), [muslimmoderat.net]

Jumat, 12 Mei 2017

Iblis bermulut qur'an berjubah nabi

Sudut pandang dari jendela sisi yang lain :
Hukum itu milik Allah, wahai Ali, bukan milikmu dan para sahabatmu...

Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas kepala sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Saiyidina Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa.

Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Sebagai hukuman atas aksinya mencabut nyawa seorang khalifah, Ibnu Muljam kemudian dieksekusi mati dengan cara qishas. Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh drama. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:

“Wahai algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.”

Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya mencabut nyawa suami sayyidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari Hasan dan Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah. Seorang ahli surga harus meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Allah.

Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern. Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum muslimin.

Siapa sebenarnya Ibnu Muljam?

Dia adalah lelaki yang shalih, zahid, bertakwa dan mendapat julukan Al-Maqri’. Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu seorang huffadz alias penghafal Alquran dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.

Khalifah Umar bin Khattab pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Khalifah Umar bin Khattab bahkan menyatakan:
“Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Alqur-an yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Alqur-an kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash,” kata Umar.

Meskipun Ibnu Muljam hafal Alqur-an, bertaqwa dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khatimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya. Afiliasinya kepada *sekte Khawarij* telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit. Ibnu Muljam menetapkan klaim terhadap surga Allah dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela ajaran Allah dan Rasulullah.

Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan saleh yang menyuarakan khilafah dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan Kyai dan Ulama.

Raut wajah mereka memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi. Mereka senantiasa membaca Alquran di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi.

Rasulullah dalam sebuah hadits telah memperingatkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini:
"... Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Alquran. Di mana bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Alqur-an dan mereka menyangka bahwa Alqur-an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Alqur-an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya." (Sahih Muslim)

Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama Islam, padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin. Wahai kaum muslimin Ahlus Sunnah Wal Jamaah waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam. Mari kita siapkan generasi muda kita agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru. Islam itu agama Rohmatan Lil Alamin. Islam itu agama keselamatan. Islam itu merangkul, dan bukan memukul.

Ihdinasshirotolmustaqim
(Zulham A Mubarrok)

Minggu, 07 Mei 2017

Beda Ahlan wa Sahlan dan Marhaban

Secara makna, arti keduanya sama yaitu merupakan ungkapan Selamat Datang.
Perbedaannya terletak pada penggunaannya. Para ulama tidak menggunakan ahlan wa sahlan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan "marhaban ya Ramadhan

AHLAN berasal dari kata ahl yang berarti "keluarga", sedangkan SAHLAN berasal dari kata Sahl yang berarti mudah. Juga berarti "dataran rendah" karena mudah dilalui, tidak seperti "jalan mendaki". Ahlan wa sahlan, adalah ungkapan selamat datang. Jadi ketika kita mengucapkan Ahlan wa sahlan sesungguhnya kita ingin mengatakan kepada tamu kita : Anda berada di tengah keluarga dan langkah kaki anda berada di dataran rendah yang mudah dilalui."

Marhaban terambil dari kata Rahb yang berarti Luas atau Lapang, sehingga kata marhaban menggambarkan ungkapan bahwa tamu yang datang disambut dan diterima dengan lapang dada dan penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.

Selain itu ungkapan kata Marhaban juga digunakan untuk menyambut sesuatu yang sifatnya sangat dekat dengan diri kita. Itulah sebabnya Baginda Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam jika Fathimah (Putrinya) datang ke rumahnya, maka beliau selalu menyambut dengan mengucapkan Marhaban Ya Fathimah. Suatu ungkapan untuk menunjukkan bahwa betapa dekatnya Rasulullah dengan Fathimah. (Lihat Kitab Shahih Riyadhus Sholihin Hadits No. 692 )

Marhaban ya Ramadhan berarti Selamat datang Ramadhan mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan dan mempersiapkan kedatangannya dengan penuh suka cita karena ia sangat dekat di hati umat islam.

Ramadhan tinggal beberapa hari lagi, sudah selayaknya kita mempersiapkan kedatangan tamu Agung Ramadhan dengan persiapan yang sebaik-baiknya semoga kita memperoleh Keberkahan selama menjalani Ibadah di Bulan Ramadhan. Aamiin...

Jumat, 05 Mei 2017

Kisah Nyata Menggugah Jiwa

Tulisan Ary Ginanjar Agustian
(Renungan Kisah Nyata)

Minggu lalu saya kembali Jum’atan di Graha CIMB Niaga Jalan Sudirman setelah lama sekali nggak sholat Jum’at di situ. Sehabis meeting dengan salah satu calon investor di lantai 27, saya buru2 turun ke masjid karena takut terlambat.

Dan bener aja sampai di masjid adzan sudah berkumandang. Karena terlambat saya jadi tidak tau siapa nama Khotibnya saat itu. Sambil mendengarkan khotbah saya melihat Sang Khotib dari layar lebar yg di pasang di luar ruangan utama masjid.

Khotibnya masih muda, tampan, berjenggot namun penampilannya bersih Dari wajahnya saya melihat aura kecerdasan, tutur katanya lembut namun tegas. Dari penampilannya yg menarik tsb, saya jadi penasaran, apa kira2 isi khotbahnya.

Ternyata betul dugaan saya! Isi ceramah dan cara menyampaikannya membuat jamaah larut dalam keharuan. Banyak yang mengucurkan air mata (termasuk saya)., bahkan ada yang sampai tersedu sedan.

Dengan gaya yang menarik Sang Khotib menceritakan “true story”.

Seorang anak berumur 10 th namanya Umar. Dia anak pengusaha sukses yg kaya raya. Oleh ayahnya si Umar di sekolahkan di SD Internasional paling bergengsi di Jakarta. Tentu bisa ditebak, bayarannya sangat mahal. Tapi bagi si pengusaha, tentu bukan masalah, karena uangnya berlimpah.

Si ayah berfikir kalau anaknya harus mendapat bekal pendidikan terbaik di semua jenjang, agar anaknya kelak menjadi orang yg sukses mengikuti jejaknya.

Suatu hari isterinya kasih tau kalau Sabtu depan si ayah diundang menghadiri acara “Father’s Day” di sekolah Umar.

“Waduuuh saya sibuk mah, kamu aja deh yg datang.” begitu ucap si ayah kepada isterinya.

Bagi dia acara beginian sangat nggak penting, dibanding urusan bisnis besarnya. Tapi kali ini isterinya marah dan mengancam, sebab sudah kesekian kalinya si ayah nggak pernah mau datang ke acara anaknya. Dia malu karena anaknya selalu didampingi ibunya, sedang anak2 yg lain selalu didampingi ayahnya.

Nah karena diancam isterinya, akhirnya si ayah mau hadir meski agak ogah2an. Father’s day adalah acara yg dikemas khusus dimana anak2 saling unjuk kemampuan di depan ayah2nya.

Karena ayah si Umar ogah2an maka dia memilih duduk di paling belakang, sementara para ayah yg lain (terutama yg muda2) berebut duduk di depan agar bisa menyemangati anak2nya yang akan tampil di panggung.

Satu persatu anak2 menampilkan bakat dan kebolehannya masing2. Ada yg menyanyi, menari, membaca puisi, pantomim. Ada pula yang pamerkan lukisannya, dll. Semua mendapat applause yang gegap gempita dari ayah2 mereka.

Tibalah giliran si Umar dipanggil gurunya untuk menampilkan kebolehannya...

“Miss, bolehkah saya panggil pak Arief.” tanya si Umar kpd gurunya. Pak Arief adalah guru mengaji untuk kegiatan ekstra kurikuler di sekolah itu.

”Oh boleh..” begitu jawab gurunya.

Dan pak Arief pun dipanggil ke panggung.“Pak Arief, bolehkah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78 (An-Naba’)” begitu Umar minta kepada guru ngajinya.

”Tentu saja boleh nak..” jawab pak Arief.

“Tolong bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yang salah.”

Lalu si Umar mulai melantunkan QS An-Naba’ tanpa membaca mushafnya (hapalan) dengan lantunan irama yg persis seperti bacaan “Syaikh Sudais” (Imam Besar Masjidil Haram).

Semua hadirin diam terpaku mendengarkan bacaan si Umar yg mendayu-dayu, termasuk ayah si Umar yang duduk dibelakang.

”Stop, kamu telah selesai membaca ayat 1 s/d 5 dengan sempurna. Sekarang coba kamu baca ayat 9..” begitu kata pak Arief yg tiba2 memotong bacaan Umar.

Lalu Umar pun membaca ayat 9.

”Stop, coba sekarang baca ayat 21..lalu ayat 33..” setelah usai Umar membacanya…lalu kata pak Arief, "Sekarang kamu baca ayat 40 (ayat terakhir)”.

Si Umar pun membaca ayat ke 40 tsb sampai selesai."

“Subhanallah…kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna nak,” begitu teriak pak Arief sambil mengucurkan air matanya.

Para hadirin yang muslim pun tak kuasa menahan airmatanya. Lalu pak Arief bertanya kepada Umar, ”Kenapa kamu memilih menghafal Al-Qur’an dan membacakannya di acara ini nak, sementara teman2mu unjuk kebolehan yg lain?” begitu tanya pak Arief penasaran.

Begini pak guru, waktu saya malas mengaji dalam mengikuti pelajaran bapak, Bapak menegur saya sambil menyampaikan sabda Rasulullah SAW, ”Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab, "Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (H.R. Al-Hakim).

“Pak guru, saya ingin mempersembahkan “Jubah Kemuliaan” kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah di akherat kelak, sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orangnya..”

Semua orang terkesiap dan tidak bisa membendung air matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tsb…

Ditengah suasana hening tsb..tiba2 terdengar teriakan “Allahu Akbar!” dari seseorang yang lari dari belakang menuju ke panggung.

Ternyata dia ayah si Umar, yang dengan ter-gopoh2 langsung menubruk sang anak, bersimpuh sambil memeluk kaki anaknya.

”Ampuun nak.. maafkan ayah yang selama ini tidak pernah memperhatikanmu, tidak pernah mendidikmu dengan ilmu agama, apalagi mengajarimu membaca Al Quran.” ucap sang ayah sambil menangis di kaki anaknya.

”Ayah menginginkan agar kamu sukses di dunia nak, ternyata kamu malah memikirkan “kemuliaan ayah” di akherat kelak. Ayah maluuu nak" ujar sang ayah sambil nangis ter-sedu2.

Subhanallah... Sampai di sini, saya melihat di layar Sang Khotib mengusap air matanya yg mulai jatuh. Semua jama’ah pun terpana, dan juga mulai meneteskan airmatanya, termasuk saya.

Diantara jama’ah pun bahkan ada yang tidak bisa menyembunyikan suara isak tangisnya, luar biasa haru. Entah apa yang ada dibenak jama’ah yang menangis itu. Mungkin ada yang merasa berdosa karena menelantarkan anaknya, mungkin merasa bersalah karena lalai mengajarkan agama kepada anaknya, mungkin menyesal krn tdk mengajari anaknya membaca Al Quran, atau merasa berdosa karena malas membaca Al-Qur’an yg hanya tergeletak di rak bukunya.

Dan semua, dengan alasan sibuk urusan dunia...!  Saya sendiri menangis karena merasa lalai dengan urusan akherat, dan lebih sibuk dengan urusan dunia, padahal saya tau kalau kehidupan akherat jauh lebih baik dan kekal dari pada kehidupan dunia yg remeh temeh, sendau gurau dan sangat singkat ini, seperti firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Anam ayat 32:

”Dan tiadalah kehidupan DUNIA ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh KAMPUNG AKHIRAT itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”

Astagfirullah... Innallaaha ghofururrohim, hamba mohon ampunan kepada Allah.Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Wallahu ‘alam bish shawab...

Senin, 01 Mei 2017

Penyesalan Sakratul Maut

Alkisah ada seorang sahabat Nabi bernama Sya’ban RA. Ia adalah seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat2 yg lain.

Ada suatu kebiasaan unik dari beliau yaitu setiap masuk masjid sebelum sholat berjamaah dimulai dia selalu beritikaf di pojok depan masjid. Dia mengambil posisi di pojok bukan karena supaya mudah bersandaran atau tidur, namun karena tidak mau mengganggu orang lain dan tak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah.

Kebiasaan ini sudah dipahami oleh sahabat bahkan oleh Rasulullah SAW, bahwa Sya’ban RA selalu berada di posisi tsb termasuk saat sholat berjamaah.

Suatu pagi saat sholat subuh berjamaah akan dimulai RasululLah SAW mendapati bahwa Sya’ban RA tidak berada di posisinya seperti biasa. Nabi pun bertanya kepada jemaah yg hadir apakah ada yg melihat Sya’ban RA.  Namun tak seorangpun jamaah yg melihat Sya’ban RA. Sholat subuhpun ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran Sya’ban RA. Namun yg ditunggu belum juga datang. Khawatir sholat subuh kesiangan, Nabi memutuskan untuk segera melaksanakan sholat subuh berjamaah.

Selesai sholat subuh, Nabi bertanya apa ada yg mengetahui kabar dari Sya’ban RA.
Namun tak ada seorangpun yang menjawab. Nabi bertanya lagi apa ada yg mengetahui di mana rumah Sya’ban RA. Kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia mengetahui persis di mana rumah Sya’ban RA. Nabi yang khawatir terjadi sesuatu dg Sya’ban RA meminta diantarkan ke rumahnya.

Perjalanan dengan jalan kaki cukup lama ditempuh oleh Nabi dan rombongan sebelum sampai ke rumah yg dimaksud. Rombongan Nabi sampai ke sana saat waktu afdol untuk sholat dhuha (kira2 3 jam perjalanan).

Sampai di depan rumah tersebut Nabi mengucapkan salam.
Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tsb.
“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Nabi bertanya.
“Ya benar, saya istrinya” jawab wanita tsb.
“Bolehkah kami menemui Sya’ban, yg tadi tidak hadir saat sholat subuh di masjid?”
Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban RA menjawab: “Beliau telah meninggal tadi pagi..."
Innalillahi wainna ilaihi roji'un… Maasya Allah, satu2nya penyebab dia tidak sholat subuh berjamaah adalah karena ajal sudah menjemputnya.

Beberapa saat kemudian istri Sya’ban bertanya kepada Rasul
“ Ya Rasul ada sesuatu yg jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dg masing2 teriakan disertai satu kalimat.
Kami semua tidak paham apa maksudnya."

“Apa saja kalimat yg diucapkannya?” tanya Rasul.
Di masing2 teriakannya dia berucap kalimat:
“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
“ Aduuuh kenapa tidak yg baru……. “
“ Aduuuh kenapa tidak semua……”

Nabi pun melantukan ayat yg terdapat dalam surat Qaaf (50) ayat 22 :
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.“ Saat Sya’ban dlm keadaan sakratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah. Bukan cuma itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban (dan orang yg sakratul maut) tidak bisa disaksikan oleh yg lain.

Dalam pandangannya yang tajam itu Sya’ban melihat suatu adegan di mana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk sholat berjamaah lima waktu.
Perjalanan sekitar 3 jam jalan kaki sudah tentu bukanlah jarak yg dekat.
Dalam tayangan itu pula Sya’ban RA diperlihatkan pahala yg diperolehnya dari langkah2 nya ke Masjid. Dia melihat seperti apa bentuk surga ganjarannya.

Saat melihat itu dia berucap:
“Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban , mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yg didapatkan lebih banyak dan sorga yg didapatkan lebih indah.

Dalam penggalan berikutnya Sya’ban melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin. Saat ia membuka pintu berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk kembali ke rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Jadi dia memakai dua buah baju.

Sya’ban sengaja memakai pakaian yg bagus (baru) di dalam dan yg jelek (butut) di luar.
Pikirnya jika kena debu, sudah tentu yg kena hanyalah baju yg luar. Sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan solat dg baju yg lebih bagus. Dalam perjalanan ke masjid dia menemukan seseorang yg terbaring kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba, lalu segera membuka baju yg paling luar dan dipakaikan kepada orang tsb dan memapahnya utk bersama2 ke masjid melakukan sholat berjamaah.
Orang itupun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan sholat berjamaah.

Sya’ban pun kemudian melihat indahnya sorga yg sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tsb. Kemudian dia berteriak lagi:
“Aduuuh kenapa tidak yang baru...“
Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban.
Jika dg baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yg begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yg lebih besar lagi seandainya ia memakaikan baju yg baru.

Berikutnya Sya’ban melihat lagi suatu adegan saat dia hendak sarapan dg roti yg dimakan dg cara mencelupkan dulu ke segelas susu. Ketika baru saja hendak memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yg meminta diberi sedikit roti karena sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal tsb. Sya’ban merasa iba. Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas susu itu pun dibagi dua. Kemudian mereka makan bersama2 roti itu yg sebelumnya dicelupkan susu, dg porsi yg sama. Allah kemudian memperlihatkan ganjaran dari perbuatan Sya’ban RA dg surga yg indah.

Demi melihat itu diapun berteriak lagi:
“Aduuuh kenapa tidak semua……”
Sya’ban kembali menyesal .
Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut tentulah dia akan mendapat surga yg lebih indah.

Masyaallah, Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, tapi menyesali mengapa tidak optimal. Sesungguhnya semua kita nanti pada saat sakratul maut akan menyesal tentu dengan kadar yang berbeda, bahkan ada yg meminta untuk ditunda matinya karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas konsekwensi dari semua perbuatannya di dunia. Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat dimundurkan.

Sering sekali kita mendengar ungkapan hadits berikut:
“Sholat Isya berjamaah pahalanya sama dengan sholat separuh malam.”
“Sholat Subuh berjamaah pahalanya sama dengan sholat sepanjang malam.”
“Dua rakaat sebelum Shubuh lebih baik dari pada dunia dan isinya.”

Namun lihatlah... masjid tetap saja lengang. Seolah kita tidak percaya kepada janji Allah.

Mengapa demikian? Karena apa yg dijanjikan Allah itu tidak terlihat oleh mata kita pada situasi normal.

Mata kita tertutupi oleh suatu hijab. Karena tidak terlihat, maka yang berperan adalah iman dan keyakinan bahwa janji Allah tidak pernah meleset. Allah akan membuka hijab itu pada saatnya. Saat ketika nafas sudah sampai di tenggorokan.

Sya’ban RA telah menginspirasi kita bagaimana seharusnya menyikapi janji Allah tsb.

Dia ternyata tetap menyesal sebagaimana halnya kitapun juga akan menyesal.
Namun penyesalannya bukanlah karena tdk menjalankan perintah Allah SWT.
Penyesalannya karena tidak melakukan kebaikan dgn optimal.

Sudahkah kita semua berhitung siap menghadapi apa yg akan pasti kita hadapi semua...sakratul maut...atau sibuk masih sibuk dg urusan dunia kita yg pasti kita tinggalkan...???

Semoga kita selalu bisa mengoptimalkan kebaikan² disetiap kesempatan. Aamiin.
                               
Barakallahu fii kum

Ust. Roni: "Ada Apa Negeri Berkekayaan Alam Melimpah Ruah, tapi Kesulitan Ekonomi Kian Menggurita."

Ketua DKM Al-Muhajirin yang baru: Ir. A. Hasan Munawar Catatan Redaksi: Pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1445 H di Masjid Al-Muhajirin RW-10 An...